Abstrak: Dalam
tulisan ini, penulis membahas mengenai pentingnya pendidikan seksual yang
seyogyanya dimulai sejak usia awal/dini. Dimulai dari dalam keluarga yang
kemudian dikembangkan dan didukung oleh lembaga pembelajaran/pendidikan.
Sehingga dengan adanya pendidikan seksual di kalangan remaja, diharapkan para
remaja memiliki pemahaman yang benar mengenai seksualitas mereka dan tidak
terjerumus kedalam penyimpangan-penyimpangan seksualitas serta dapat menepis /
meminimalisir pengaruh yang negatif dari sunber-sumber pengetahuan seksual yang
kurang bertanggung jawab. Selain dari itu, penulis juga memaparkan mengenai
syarat apa dan bagaimana cara untuk memberikan pendidikan seksual kepada para
remaja.
Kata-kata
kunci: Seks, seksualitas, Pendidikan seks, Remaja
Pendahuluan
Pada zaman modern yang
serba canggih dan keterbukaan informasi yang memungkinkan setiap orang
memperoleh informasi dan data secara mudah, setiap orang memiliki kesempatan
untuk mendapatkan hal-hal informasi tanpa batas. Tak terkecuali didalamnya juga
remaja-remaja yang pada masa usianya merupakan masa mencari jati diri.
Dalam hal seksualitas
khususnya, banyak remaja masa kini yang terjerumus kepada
penyimpangan-penyimpangan seksual akibat dari kurang terkontrolnya dorongan
seks yang ada dalam diri setiap remaja. Hal ini tentu sangat penting untuk
disikapi sehingga generasi muda (remaja) dapat ditolong dan diselamatkan dari
keterikatan dan penyimpangan seksualnya.
Pertanyaannya adalah
bagaimana hal itu dapat dihindari? Salah satu bentuk penanganan dini untuk
mencegah penyimpangan tersebut adalah dengan adanya pendidikan seks bagi para
remaja. Sehingga dengan adanya pendidikan seks, mereka dapat memahami
seksualitas mereka dan meminimalisir adanya penyimpangan seksual.
Melalui
penulisan artikel ini, diharapkan agar materi yang disampaikan dapat bermanfaat
bagi remaja, orang tua dan pendidik dalam membentuk remaja menjadi generasi
penerus bangsa yang memiliki kualitas kehidupan yang lebih tinggi dalam
menghadapi tantangan yang lebih berat di masa yang akan datang. Selain dari itu, harapan penulis dengan adanya artikel ini, banyak
remaja yang memahami seksualitasnya dan menempatkan seksualitasnya pada posisi
yang tepat. Dalam arti dapat mencegah dan meminimalisir serta meniadakan
penyimpangan-penyimpangan seksual yang berpotensi membawa setiap remaja kepada
hal yang negatif.
Pengertian Remaja
Remaja merupakan masa peralihan dari masa
anak-anak kepada masa dewasa. Yakni antara usia 12 tahun sampai usia 21 tahun[i].
Pada masa transisi ini, seorang remaja banyak mengalami perubahan yang
menandakan adanya perkembangan dari anak-anak menuju kepada seorang individu
dewasa. Masa remaja memulai perubahan-perubahan berkenaan dengan tanda-tanda
kedewasaan fisik sejak usia 11 (sebelas) atau mungkin 12 (dua belas) tahun pada
wanita, dan dapat lebih dari usia tersebut pada laki-laki.
Pada umumnya, usia remaja merupakan usia dimana
seorang individu memasuki proses pengenalan akan jati dirinya. Baik dari segi
fisik, sosial, dan bahkan juga mengenai hal seksual. Sehingga pada masa ini,
seorang remaja menjadi sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungan
dimana ia tinggal.
Seks, Seksual, dan
Seksualitas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, seks
diartikan sebagai: jenis kelamin; hal yang berhubungan dengan alat kelamin, seperti
sanggama/persetubuhan; berahi (perasaan cinta kasih antara dua orang yang
berlainan jenis kelamin, asyik, sangat suka, sangat tertarik). Sedangkan seksual
adalah berkenaan dengan seks (jenis kelamin); berkenaan dengan perkara
persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Dan seksualitas adalah ciri,
sifat, atau peranan seks; dorongan seks; kehidupan seks.
Dari sudut pandang Alkitab, seks merupakan sesuatu
yang diciptakan Allah yang mulia dan suci. Allah menciptakan seks untuk
kebahagiaan manusia. Seks adalah bagian tubuh yang diciptakan Tuhan dan
dikuduskan bagi manusia. Seks merupakan karunia Tuhan untuk kebahagiaan manusia
yang perlu dijaga, dihormati, dan dihargai. Sehingga apabila kita meremehkan
seks, maka akibatnya adalah kerusakan jasmani dan rohani kita sendiri.[ii]
Pandangan yang salah mengenai
Seks
Banyak cara pandang yang salah mengenai seks.
Dan bahkan banyak orangtua yang masih menganggap bahwa seks adalah kotor,
jijik, dan bahkan dosa. Beberapa pandangan yang salah terhadap seks adalah:
1.
Seks dipandang sebagai dorongan
jasmani saja.
Pandangan
ini menempatkan seks sama seperti dorongan jasmani yang lainnya seperti
misalnya makan dan minum, yang menuntut segera mungkin untuk dipenuhi. Hal ini
sangatlah jauh berbeda dengan seks. Apabila seks dengan segera dipenuhi, maka
hal itu akan merugikan dan membahayakan orang itu sediri. Sebab pada
hakikatnya, hubungan seksual menimbulkan akibat yang lebih besar dan luas dari
sekedar dorongan jasmani. Seks mempengaruhi seluruh kepribadian manusia,
meliputi unsur batiniah, perasaan, kasih sayang dan tanggung jawab.
2.
Seks dianggap tabu dan kotor.
Banyak
orangtua dan keluarga yang buta tentang seks karena menganggap bahwa seks
adalah kotor dan tabu, dan tidak patut untuk diperbincangkan. Tidak jarang
orangtua menganggap bahwa setiap orang akan tahu sendiri bagaimana menghadapi
masa depannya. Termasuk didalamnya tingkah laku seksual.
3.
Seks dilihat hanya dari aspek
kenikmatan saja.
Seorang/individu
yang melihat dan menempatkan seks hanya dari aspek kenikmatan seperti pandangan
ini, tidak mengaitkan masalah seks dengan moral dan agama. Mereka cenderung
menentang kebersihan hati nurani dan perasaan.
Masalah Seksualitas pada
remaja masa kini
Masa remaja dimulai dengan munculnya pubertas,
sebuah periode dimana perubahan fisik terjadi secara pesat pada setiap
individu. Masa ini ditandai dengan munculnya karakteristik seksual sekunder.
Setiap individu akan memasuki masa remaja pada usia yang berbeda-beda. Akan
tetapi, secara umum masa remaja dimulai dari usia 12 hingga 16,5 tahun[iii].
Selama masa ini, tidak hanya perubahan fisik yang terjadi tetapi juga perubahan
perilaku serta peran yang diharapkan pada individu pun berubah.
Salah satu isu yang sangat penting di masa
remaja adalah mengenai perilaku seksual. Perubahan fisik berupa peningkatan
hormon seks tidak hanya menyebabkan perubahan tampilan luar remaja, seperti
tumbuhnya rambut halus di area tertentu, membesarnya payudara, berubahnya
suara, dan perubahan pada organ kelamin. Meningkatnya secara cepat hormon seks,
terutama testosterone, ternyata meningkatkan dorongan dan rangsangan seksual
pada remaja. Kondisi ini membuat remaja ingin mengekspresikan dan
mengeksplorasi dorongannya melalui berbagai perilaku seksual. Perilaku-perilaku
seksual yang seringkali dilakukan remaja antara lain, masturbasi, petting
bahkan penetrasi seksual.
Masturbasi dan petting sendiri
merupakan hal yang kebanyakan digunakan oleh remaja untuk mengekspresikan
perilaku seksualnya tanpa takut mendapatkan efek negatif dari perilakunya,
seperti penyakit menular seksual atau hamil di luar penikahan. Sebaliknya
penetrasi seksual dapat diiringi dengan risiko seperti kehamilan dan penyakit
menular seksual.
Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi
topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan
seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia.
Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk
hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya.
Secara konsisten tampak bahwa masalah terbesar remaja adalah seksualitas. Mulai dari masalah
pacaran, perilaku seks, kehamilan tidak diinginkan, orientasi seksual, dan
mitos-mitos seks. Di masa remaja ketika fungsi organ reproduksi dan sistem
hormonal mulai bekerja, secara alamiah remaja menjadi sangat ingin tahu tentang
seks. Keingintahuan mereka biasanya disalurkan lewat perbincangan dengan teman
sebaya, mencari informasi dari sumber-sumber pornografi, dan lalu mempraktekkan
dengan diri sendiri, pacar, teman, atau orang lain. Jarang sekali remaja
melibatkan orangtua untuk mendiskusikan masalah seksualitas yang lebih dalam[iv].
Pada masa remaja rasa ingin tahu
terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru
yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi
tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak
mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau
bahkan keliru sama sekali.
Karakteristik Seksual Remaja
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang
berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan
perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan.
Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda
hal ini seperti yang pendapat berikut ini :
Sexual
characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are
directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia).
Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that
generally distinguish one sex from the other but are not essential to
reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial
hair and deeper voices characteristic of men[v].
Pendapat tersebut seiring dengan pendapat Hurlock
(1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang mengemukakan tanda-tanda
kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock,
pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah
besar dan kuat, suara membesar dan lain-lain. Sedangkan pada remaja putri :
pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami
haid, dan lain-lain[vi].
Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada
remaja kearah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk
menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar
karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk
menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan
mempertahankan keturunan.
Perilaku Seksual Remaja
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis.
Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan
tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama.
Some people have sex because
they have a weak body and mind. They don’t have the willpower to say no. Once
they start kissing and petting, they can’t stop themselves.[vii]
Setiap manusia memiliki hasrat seks didalam dirinya.
Persoalannya adalah banyak remaja yang tidak dapat mengkontrol hasrat seksual
tersebut. Sehingga dalam perilaku seks mereka, mereka menjadikan ketidak
mampuan untuk mengkontrol diri sebagai alasan yang wajar. Banyak kaum remaja
yang pada awalnya “berciuman” yang oleh karena ketidak mampuan untuk
mengendalikan dirinya, maka mereka melakukan sesuatu yang lebih, seperti
melakukan petting, dan bahkan sampai
kepada hubungan kelamin (senggama). Dan jika hal ini terus berkepanjangan, maka
akan ada kecenderungan terjadinya seks bebas dikalangan remaja.
Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun
lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini
memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi
orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku
seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak
psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan tindakan
kasar akibat kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan atau tujuan yang
dapat diarahkan kepada orang atau benda.
Sementara akibat moral yang timbul akibat perilaku
seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial
yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah.
Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan
tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang
bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi.
Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga menjadi sangat tinggi,
hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan
adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat
permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks.
Perilaku Penyimpangan Seksual
Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum
saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal
sebagai :
a.
Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa
manipulasi terhadap alat kelamin/genital dalam rangka menyalurkan hasrat
seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan
pribadi dan emosi. Masturbasi biasanya terjadi atau dilakukan pada waktu
seseorang merasa sepi, kurang diperhatikan atau karena kurang dihargai.
Pada usia 15 (lima
belas) tahun, atau 16 (enam belas) tahun, kebanyakan anak laki-laki telah
melakukan masturbasi. Jumlah ini mencapai 98 persen diantara mahasiswa dan
65-80 persen diantara anak laki-laki dan perempuan pada umumnya[viii].
b.
Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan
seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks
yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan
seksual.
c.
Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan
seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam
mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan
lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual
selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang
sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan
pengetahuan mengenai hal tersebut. Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan
dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja antara lain adalah:
a)
Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual
remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam
bentuk tingkah laku tertentu.
b)
Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang
untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat
menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut. Kecenderungan
pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan
melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (contoh: VCD, poster/poto/gambar,
majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang
sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat
atau didengar dari media massa. Karena pada umumnya mereka belum pernah
mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.
c)
Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena
sikapnya yang masih mentabukan (pola pikir budaya timur yang menganggap seks
adalah tabu) pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak
terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah
ini.
d)
Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria
dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan
wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.
Pendidikan Seksual
Secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi
mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi
proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma
yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan
bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di
masyarakat.
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau
pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang
bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini
bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan
seksualitas dalam bentuk yang wajar. Pendidikan seksual ini seharusnya
diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin
antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan
dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak.
Dalam hal ini pendidikan seksual sebaiknya diberikan
pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak
adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya tidak semua orangtua mau terbuka
terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat
sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang berbeda, menyebabkan banyak yang
tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka
sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.
Tujuan Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan
membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab. Pendidikan
seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang
hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam
masyarakat.
Selain itu, tujuan dari pendidikan seksual adalah
bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual
antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan
akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat
istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan
seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku
yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan.
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih
lengkap sebagai berikut :
a.
Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik,
mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual
pada remaja.
b.
Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan
perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)
c.
Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks
dalam semua manifestasi yang bervariasi
d.
Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat
membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
e.
Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang
esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan
berhubungan dengan perilaku seksual.
f.
Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan
seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat
mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
g.
Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang
tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
h.
Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu
melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran,
misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
Jadi tujuan
pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang
sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup
dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini
dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan
kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan
berfungsi penting untuk kelangsungan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak
itu dapat belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan
dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang
tertentu saja.
Manfaat Pendidikan Seksual
Pada Remaja
Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting
terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif,
karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering
tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri.
Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja
bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan
bahwa sebagian besar remaja memiliki tingkat pengetahuan yang sangat minim akan
seksualitas mereka. Bahkan banyak remaja yang tidak mengetahui dampak dari
perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang
untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko
dari hubungan seksual tersebut[ix].
Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual
dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha
mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi
yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang
mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja
mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat
diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan
teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet.
Memasuki zaman yang semakin berkembang dan maju, sudah
selayaknya bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam
menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap
gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang
berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian
penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja
ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas
merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya
setelah mereka menikah sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan
secara terbuka, nampaknya secara perlahan-lahan harus diubah.
Sudah saatnya pandangan semacam ini harus diluruskan
agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi anak dan
remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar nikah,
aborsi, penyakit kelamin, adalah contoh dari beberapa kenyataan pahit yang
sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas.
Syarat yang harus dipenuhi
dalam Pendidikan Seksual
Setidaknya, ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi orang tua sebelum mulai memberikan
pendidikan seks.
1)
Pengetahuan
cukup
Orang tua
perlu bekal pengetahuan yang cukup mengenai seksualitas. “Ada orang tua yang
bahkan tidak mengerti perbedaan antara seks dan seksualitas. Seks hanyalah
perbedaan biologis antara pria dan wanita. Sedangkan seksualitas lebih luas
dari itu, antara lain mencakup kebersihan genital, ketertarikan pada lawan
jenis, timbulnya nafsu birahi, hingga orientasi seksual.
2)
Keterampilan
komunikasi
Orang tua perlu memiliki
keterampilan komunikasi, menyangkut cara berbicara dan body language (bahasa tubuh). Bicaralah dengan nada yang manis pada
anak, bukan menggurui atau menakut-nakuti. Selain itu, bersikaplah santai. Pendidikan
seks bisa gagal total bila orang tua merasa malu. Bebaskan pikiran dan sadari
sepenuhnya bahwa seks bukanlah sesuatu yang jorok atau dosa. Seks adalah sesuatu
yang normal, karena melalui hubungan seks-lah kelangsungan hidup manusia
terpelihara. Bicara soal seksualitas bukan cuma seputar hubungan intim pria dan
wanita, tapi bisa juga tentang kesehatan dan perkembangan emosi.
3)
Keterbukaan
Jika anak bertanya tentang
sesuatu, tak perlu menutup-nutupi. Daripada ia mencari tahu sendiri dan kemudian
tersesat, berikan jawaban yang sesuai porsi dan usianya.
Beberapa Kiat mengajarkan
pendidikan seksual
Apabila berbicara mengenai pendidikan, pendidik yang
terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri. Pendidikan yang diberikan
termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah seksual, hal itu adalah
sesuatu yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab,
terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak.
Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan
anak perempuannya atau bapak dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak menutup
kemungkinan dapat dilakukan antara ibu
dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Kemudian usahakan
jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana,
kekakuan, kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan.
Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan
ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks
diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya
pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik fisik, maupun
mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan.
Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan
seksual, seperti yang diuraikan berikut ini, mungkin patut anda perhatikan[x]:
a.
Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan
terlihat ragu-ragu atau malu.
b.
Isi uraian yang disampaikan harus objektif, namun jangan menerangkan
yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi,
boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada
tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.
c.
Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan
dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak.
d.
Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena
luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan
tidak sama untuk setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi
uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
e.
Pendidikan seksual perlu dilakukan secara berulang-ulang
(repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh pengertian
baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat apa
yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.
Kesimpulan
Dari uraian yang penulis paparkan, penulis
menyimpulkan bahwa pendidikan seksualitas menjadi sesuatu yang sangat penting
untuk diterapkan dalam keluarga-keluarga agar dapat memberikan gambaran dan
pengetahuan yang baik dan benar kepada setiap remaja dalam memahami
seksualitasnya. Dengan kata lain, setiap remaja dapat memahami dampak-dampak
dari penyimpangan-penyimpangan yang mengkin saja dapat terjadi dalam dirinya
apabila tidak memiliki dasar pengetahuan yang benar mengenai seks.
Selain dari itu, paradigma berpikir dari para orangtua
juga harus diluruskan dalam memandang seksualitas sebagai suatu hal yang tidak
tabu, tetapi harus menjadi suatu pengetahuan yang benar untuk dapat mengarahkan
para remajanya kepada pengetahuan seksualitas yang baik sehingga para remaja
tidak terjerumus kedalam bahaya penyimpangan yang mungkin saja terjadi.
Mengingat pentingnya pendidikan seksual, maka penulis
menyarankan kepada setiap orangtua untuk dapat memperhatikan setiap remajanya
dalam hal pengetahuan tentang seks. Dimulai dari sejak dini dalam keluarga,
hendaknya orangtua memberikan pengetahuan akan seksualitas. Sehingga dengan demikian
para remaja dapat memahami akibat-akibat dan dampak dari penyimpangan
seksualitas yang kemungkinan terjadi. Selain
dalam keluarga (orangtua) lingkungan pendidikan pun hendaknya memasukkan
pendidikan seksualitas ini ke dalam kurikulum pendidikan. Sehingga pendidikan
seksual dapat dilakukan secara tepat, benar dan dapat dilakukan secara berulang
dan tepat sasaran.
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU:
1.
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan; Jakarta,
Erlangga; 2012
2.
Fisher, Don. L. Penting dan genting, Malang, Gandum
mas;1992
3.
Gunarsa, Singgih, Psikologi perkembangan anak dan remaja, Jakarta,
PT. BPK Gunung Mulia: 2011
4.
Mayo, Mary Ann. Pendidikan Seksual dari orangtua kepada
Anak. Bandung. Yayasan Kalam Hidup; 2001
5.
McDowell, Josh. Why Wait? USA, Here’s Life Publishers; 1987
6.
Penner, Joyce. Getting Your Sex Life off to a Great Start, USA,Word
Publishing;1994.
7.
Shellenberger, Susie dan Johnson, Love, Sex, and Dating, Yogyakarta,
Yayasan ANDI; 2002
8.
Tu’u, Tulus, Etika dan Pendidikan Seksual, Bandung, Yayasan Kalam Hidup; 2000
INTERNET:
1.
Internet, Microsoft Encarta Encyclopedia 2002. Diakses tanggal 24 Maret 2016 pukul 20.36 WIB
2.
Ghayundhis.wordpress.com diakses
pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 17.36 WIB
[i] Yulia Singgih Gunarsa, Psikologi
perkembangan anak dan remaja; Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia: 2011, hlm 203
[vii] Josh McDowell, Why Wait – what
You Need to Know About The Teen Sexuality Crisis; USA;Here’s Life
Publishier’s, Inc; 1987. hlm. 77
[viii] Mary Ann Mayo, Pendidikan seks
dari orangtua kepada anak; Bandung, Yayasan Kalam Hidup; 2001, hlm 171
[x] Yulia Singgih Gunarsa, Psikologi
perkembangan anak dan remaja; Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia: 2011, hlm 235
Tidak ada komentar:
Posting Komentar