Minggu, 08 April 2018

Pendidikan Seksual Pada Remaja


Abstrak: Dalam tulisan ini, penulis membahas mengenai pentingnya pendidikan seksual yang seyogyanya dimulai sejak usia awal/dini. Dimulai dari dalam keluarga yang kemudian dikembangkan dan didukung oleh lembaga pembelajaran/pendidikan. Sehingga dengan adanya pendidikan seksual di kalangan remaja, diharapkan para remaja memiliki pemahaman yang benar mengenai seksualitas mereka dan tidak terjerumus kedalam penyimpangan-penyimpangan seksualitas serta dapat menepis / meminimalisir pengaruh yang negatif dari sunber-sumber pengetahuan seksual yang kurang bertanggung jawab. Selain dari itu, penulis juga memaparkan mengenai syarat apa dan bagaimana cara untuk memberikan pendidikan seksual kepada para remaja.
Kata-kata kunci: Seks, seksualitas, Pendidikan seks, Remaja

Pendahuluan
Pada zaman modern yang serba canggih dan keterbukaan informasi yang memungkinkan setiap orang memperoleh informasi dan data secara mudah, setiap orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan hal-hal informasi tanpa batas. Tak terkecuali didalamnya juga remaja-remaja yang pada masa usianya merupakan masa mencari jati diri.
Dalam hal seksualitas khususnya, banyak remaja masa kini yang terjerumus kepada penyimpangan-penyimpangan seksual akibat dari kurang terkontrolnya dorongan seks yang ada dalam diri setiap remaja. Hal ini tentu sangat penting untuk disikapi sehingga generasi muda (remaja) dapat ditolong dan diselamatkan dari keterikatan dan penyimpangan seksualnya.
Pertanyaannya adalah bagaimana hal itu dapat dihindari? Salah satu bentuk penanganan dini untuk mencegah penyimpangan tersebut adalah dengan adanya pendidikan seks bagi para remaja. Sehingga dengan adanya pendidikan seks, mereka dapat memahami seksualitas mereka dan meminimalisir adanya penyimpangan seksual.
            Melalui penulisan artikel ini, diharapkan agar materi yang disampaikan dapat bermanfaat bagi remaja, orang tua dan pendidik dalam membentuk remaja menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki kualitas kehidupan yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan yang lebih berat di masa yang akan datang. Selain dari itu, harapan penulis dengan adanya artikel ini, banyak remaja yang memahami seksualitasnya dan menempatkan seksualitasnya pada posisi yang tepat. Dalam arti dapat mencegah dan meminimalisir serta meniadakan penyimpangan-penyimpangan seksual yang berpotensi membawa setiap remaja kepada hal yang negatif.

Pengertian Remaja
Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak kepada masa dewasa. Yakni antara usia 12 tahun sampai usia 21 tahun[i]. Pada masa transisi ini, seorang remaja banyak mengalami perubahan yang menandakan adanya perkembangan dari anak-anak menuju kepada seorang individu dewasa. Masa remaja memulai perubahan-perubahan berkenaan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik sejak usia 11 (sebelas) atau mungkin 12 (dua belas) tahun pada wanita, dan dapat lebih dari usia tersebut pada laki-laki.
Pada umumnya, usia remaja merupakan usia dimana seorang individu memasuki proses pengenalan akan jati dirinya. Baik dari segi fisik, sosial, dan bahkan juga mengenai hal seksual. Sehingga pada masa ini, seorang remaja menjadi sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungan dimana ia tinggal.

Seks, Seksual, dan Seksualitas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, seks diartikan sebagai: jenis kelamin; hal yang berhubungan dengan alat kelamin, seperti sanggama/persetubuhan; berahi (perasaan cinta kasih antara dua orang yang berlainan jenis kelamin, asyik, sangat suka, sangat tertarik). Sedangkan seksual adalah berkenaan dengan seks (jenis kelamin); berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Dan seksualitas adalah ciri, sifat, atau peranan seks; dorongan seks; kehidupan seks.
Dari sudut pandang Alkitab, seks merupakan sesuatu yang diciptakan Allah yang mulia dan suci. Allah menciptakan seks untuk kebahagiaan manusia. Seks adalah bagian tubuh yang diciptakan Tuhan dan dikuduskan bagi manusia. Seks merupakan karunia Tuhan untuk kebahagiaan manusia yang perlu dijaga, dihormati, dan dihargai. Sehingga apabila kita meremehkan seks, maka akibatnya adalah kerusakan jasmani dan rohani kita sendiri.[ii]

Pandangan yang salah mengenai Seks
Banyak cara pandang yang salah mengenai seks. Dan bahkan banyak orangtua yang masih menganggap bahwa seks adalah kotor, jijik, dan bahkan dosa. Beberapa pandangan yang salah terhadap seks adalah:
1.        Seks dipandang sebagai dorongan jasmani saja.
Pandangan ini menempatkan seks sama seperti dorongan jasmani yang lainnya seperti misalnya makan dan minum, yang menuntut segera mungkin untuk dipenuhi. Hal ini sangatlah jauh berbeda dengan seks. Apabila seks dengan segera dipenuhi, maka hal itu akan merugikan dan membahayakan orang itu sediri. Sebab pada hakikatnya, hubungan seksual menimbulkan akibat yang lebih besar dan luas dari sekedar dorongan jasmani. Seks mempengaruhi seluruh kepribadian manusia, meliputi unsur batiniah, perasaan, kasih sayang dan tanggung jawab.
2.        Seks dianggap tabu dan kotor.
Banyak orangtua dan keluarga yang buta tentang seks karena menganggap bahwa seks adalah kotor dan tabu, dan tidak patut untuk diperbincangkan. Tidak jarang orangtua menganggap bahwa setiap orang akan tahu sendiri bagaimana menghadapi masa depannya. Termasuk didalamnya tingkah laku seksual.
3.        Seks dilihat hanya dari aspek kenikmatan saja.
Seorang/individu yang melihat dan menempatkan seks hanya dari aspek kenikmatan seperti pandangan ini, tidak mengaitkan masalah seks dengan moral dan agama. Mereka cenderung menentang kebersihan hati nurani dan perasaan.

Masalah Seksualitas pada remaja masa kini
Masa remaja dimulai dengan munculnya pubertas, sebuah periode dimana perubahan fisik terjadi secara pesat pada setiap individu. Masa ini ditandai dengan munculnya karakteristik seksual sekunder. Setiap individu akan memasuki masa remaja pada usia yang berbeda-beda. Akan tetapi, secara umum masa remaja dimulai dari usia 12 hingga 16,5 tahun[iii]. Selama masa ini, tidak hanya perubahan fisik yang terjadi tetapi juga perubahan perilaku serta peran yang diharapkan pada individu pun berubah.
Salah satu isu yang sangat penting di masa remaja adalah mengenai perilaku seksual. Perubahan fisik berupa peningkatan hormon seks tidak hanya menyebabkan perubahan tampilan luar remaja, seperti tumbuhnya rambut halus di area tertentu, membesarnya payudara, berubahnya suara, dan perubahan pada organ kelamin. Meningkatnya secara cepat hormon seks, terutama testosterone, ternyata meningkatkan dorongan dan rangsangan seksual pada remaja. Kondisi ini membuat remaja ingin mengekspresikan dan mengeksplorasi dorongannya melalui berbagai perilaku seksual. Perilaku-perilaku seksual yang seringkali dilakukan remaja antara lain, masturbasi, petting bahkan penetrasi seksual.
Masturbasi dan petting sendiri merupakan hal yang kebanyakan digunakan oleh remaja untuk mengekspresikan perilaku seksualnya tanpa takut mendapatkan efek negatif dari perilakunya, seperti penyakit menular seksual atau hamil di luar penikahan. Sebaliknya penetrasi seksual dapat diiringi dengan risiko seperti kehamilan dan penyakit menular seksual.
Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya.
Secara konsisten tampak bahwa masalah terbesar remaja adalah seksualitas. Mulai dari masalah pacaran, perilaku seks, kehamilan tidak diinginkan, orientasi seksual, dan mitos-mitos seks. Di masa remaja ketika fungsi organ reproduksi dan sistem hormonal mulai bekerja, secara alamiah remaja menjadi sangat ingin tahu tentang seks. Keingintahuan mereka biasanya disalurkan lewat perbincangan dengan teman sebaya, mencari informasi dari sumber-sumber pornografi, dan lalu mempraktekkan dengan diri sendiri, pacar, teman, atau orang lain. Jarang sekali remaja melibatkan orangtua untuk mendiskusikan masalah seksualitas yang lebih dalam[iv].
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah  seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.  Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali.

Karakteristik Seksual Remaja
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan.  Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini :

Sexual characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia). Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that generally distinguish one sex from the other but are not essential to reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial hair and deeper voices characteristic of men[v].

Pendapat tersebut seiring dengan pendapat Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock,  pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain-lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan lain-lain[vi].
Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja kearah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan.

Perilaku Seksual Remaja
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama.

Some people have sex because they have a weak body and mind. They don’t have the willpower to say no. Once they start kissing and petting, they can’t stop themselves.[vii]

Setiap manusia memiliki hasrat seks didalam dirinya. Persoalannya adalah banyak remaja yang tidak dapat mengkontrol hasrat seksual tersebut. Sehingga dalam perilaku seks mereka, mereka menjadikan ketidak mampuan untuk mengkontrol diri sebagai alasan yang wajar. Banyak kaum remaja yang pada awalnya “berciuman” yang oleh karena ketidak mampuan untuk mengendalikan dirinya, maka mereka melakukan sesuatu yang lebih, seperti melakukan petting, dan bahkan sampai kepada hubungan kelamin (senggama). Dan jika hal ini terus berkepanjangan, maka akan ada kecenderungan terjadinya seks bebas dikalangan remaja.
Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan tindakan kasar akibat kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan atau tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda.
Sementara akibat moral yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela  dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga menjadi sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks.

Perilaku Penyimpangan Seksual
Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai :
a.       Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat kelamin/genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi. Masturbasi biasanya terjadi atau dilakukan pada waktu seseorang merasa sepi, kurang diperhatikan  atau karena kurang dihargai.

Pada usia 15 (lima belas) tahun, atau 16 (enam belas) tahun, kebanyakan anak laki-laki telah melakukan masturbasi. Jumlah ini mencapai 98 persen diantara mahasiswa dan 65-80 persen diantara anak laki-laki dan perempuan pada umumnya[viii].

b.      Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.
c.       Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja antara lain adalah:
a)      Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.
b)      Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (contoh: VCD, poster/poto/gambar, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa. Karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.
c)      Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan (pola pikir budaya timur yang menganggap seks adalah tabu) pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
d)     Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.

Pendidikan Seksual
Secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar.  Pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak.
Dalam hal ini pendidikan seksual sebaiknya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang berbeda, menyebabkan banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.

Tujuan Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual yang baik  mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab. Pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat.
Selain itu, tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan.
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :
a.         Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
b.        Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)
c.         Membentuk sikap dan memberikan pengertian  terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi
d.        Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
e.         Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
f.         Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
g.        Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
h.        Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelangsungan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu dapat belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.

Manfaat Pendidikan Seksual Pada Remaja
Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat  remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki tingkat pengetahuan yang sangat minim akan seksualitas mereka. Bahkan banyak remaja yang tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut[ix].
Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada  dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang  berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan  seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet.
Memasuki zaman yang semakin berkembang dan maju, sudah selayaknya bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya secara perlahan-lahan harus diubah.
Sudah saatnya pandangan semacam ini harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, adalah contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas.

Syarat yang harus dipenuhi dalam  Pendidikan Seksual
Setidaknya, ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi orang tua sebelum mulai memberikan pendidikan seks.
1)        Pengetahuan cukup
Orang tua perlu bekal pengetahuan yang cukup mengenai seksualitas. “Ada orang tua yang bahkan tidak mengerti perbedaan antara seks dan seksualitas. Seks hanyalah perbedaan biologis antara pria dan wanita. Sedangkan seksualitas lebih luas dari itu, antara lain mencakup kebersihan genital, ketertarikan pada lawan jenis, timbulnya nafsu birahi, hingga orientasi seksual.
2)        Keterampilan komunikasi
Orang tua perlu memiliki keterampilan komunikasi, menyangkut cara berbicara dan body language (bahasa tubuh). Bicaralah dengan nada yang manis pada anak, bukan menggurui atau menakut-nakuti. Selain itu, bersikaplah santai. Pendidikan seks bisa gagal total bila orang tua merasa malu. Bebaskan pikiran dan sadari sepenuhnya bahwa seks bukanlah sesuatu yang jorok atau dosa. Seks adalah sesuatu yang normal, karena melalui hubungan seks-lah kelangsungan hidup manusia terpelihara. Bicara soal seksualitas bukan cuma seputar hubungan intim pria dan wanita, tapi bisa juga tentang kesehatan dan perkembangan emosi.
3)        Keterbukaan
Jika anak bertanya tentang sesuatu, tak perlu menutup-nutupi. Daripada ia mencari tahu sendiri dan kemudian tersesat, berikan jawaban yang sesuai porsi dan usianya.

Beberapa Kiat mengajarkan pendidikan seksual
Apabila berbicara mengenai pendidikan, pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri. Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah seksual, hal itu adalah sesuatu yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak.
Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak menutup kemungkinan dapat  dilakukan antara ibu dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Kemudian usahakan jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan, kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan.
Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan.
Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan berikut ini, mungkin patut anda perhatikan[x]:
a.         Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
b.        Isi uraian yang disampaikan harus objektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.
c.         Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak.
d.        Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama untuk setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
e.         Pendidikan seksual perlu dilakukan secara berulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.

Kesimpulan
Dari uraian yang penulis paparkan, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan seksualitas menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diterapkan dalam keluarga-keluarga agar dapat memberikan gambaran dan pengetahuan yang baik dan benar kepada setiap remaja dalam memahami seksualitasnya. Dengan kata lain, setiap remaja dapat memahami dampak-dampak dari penyimpangan-penyimpangan yang mengkin saja dapat terjadi dalam dirinya apabila tidak memiliki dasar pengetahuan yang benar mengenai seks.
Selain dari itu, paradigma berpikir dari para orangtua juga harus diluruskan dalam memandang seksualitas sebagai suatu hal yang tidak tabu, tetapi harus menjadi suatu pengetahuan yang benar untuk dapat mengarahkan para remajanya kepada pengetahuan seksualitas yang baik sehingga para remaja tidak terjerumus kedalam bahaya penyimpangan yang mungkin saja terjadi.
Mengingat pentingnya pendidikan seksual, maka penulis menyarankan kepada setiap orangtua untuk dapat memperhatikan setiap remajanya dalam hal pengetahuan tentang seks. Dimulai dari sejak dini dalam keluarga, hendaknya orangtua memberikan pengetahuan akan seksualitas. Sehingga dengan demikian para remaja dapat memahami akibat-akibat dan dampak dari penyimpangan seksualitas yang kemungkinan terjadi.  Selain dalam keluarga (orangtua) lingkungan pendidikan pun hendaknya memasukkan pendidikan seksualitas ini ke dalam kurikulum pendidikan. Sehingga pendidikan seksual dapat dilakukan secara tepat, benar dan dapat dilakukan secara berulang dan tepat sasaran.



DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
1.        Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan; Jakarta, Erlangga; 2012
2.        Fisher, Don. L. Penting dan genting, Malang, Gandum mas;1992
3.        Gunarsa, Singgih, Psikologi perkembangan anak dan remaja, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia: 2011
4.        Mayo, Mary Ann. Pendidikan Seksual dari orangtua kepada Anak. Bandung. Yayasan Kalam Hidup; 2001
5.        McDowell, Josh. Why Wait? USA, Here’s Life Publishers; 1987
6.        Penner, Joyce. Getting Your Sex Life off to a Great Start, USA,Word Publishing;1994.
7.        Shellenberger, Susie dan Johnson, Love, Sex, and Dating, Yogyakarta, Yayasan ANDI; 2002
8.        Tu’u, Tulus, Etika dan Pendidikan Seksual, Bandung, Yayasan Kalam Hidup; 2000
INTERNET:
1.        Internet, Microsoft Encarta Encyclopedia 2002. Diakses tanggal 24 Maret 2016 pukul 20.36 WIB
2.        Ghayundhis.wordpress.com diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 17.36 WIB



[i] Yulia Singgih Gunarsa, Psikologi perkembangan anak dan remaja; Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia: 2011, hlm 203
[ii] Tulus Tu’u, Etika dan Pendidikan Seksual; Bandung, Yayasan Kalam Hidup; 2000, hlm 13
[iii] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan; Jakarta, Erlangga; 2012, hlm 186
[iv] Ghayundhis.wordpress.com diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 17.36 WIB
[v] Microsoft Encarta Encyclopedia 2002 Diakses tanggal 24 Maret 2016 pukul 20.36 WIB
[vi] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan; Jakarta, Erlangga; 2012, hlm 190
[vii] Josh McDowell, Why Wait – what You Need to Know About The Teen Sexuality Crisis; USA;Here’s Life Publishier’s, Inc; 1987. hlm. 77
[viii] Mary Ann Mayo, Pendidikan seks dari orangtua kepada anak; Bandung, Yayasan Kalam Hidup; 2001, hlm 171
[ix] Hasil pengamatan dan wawancara penulis dengan beberapa remaja yang penulis kenal.
[x] Yulia Singgih Gunarsa, Psikologi perkembangan anak dan remaja; Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia: 2011, hlm 235

Tidak ada komentar:

Posting Komentar