Selasa, 06 Maret 2018

kualitas Guru Sekolah Minggu Dalam membina spiritualitas Anak

Kualitas Guru Sekolah Minggu
Dalam Membina Spiritualitas Anak Sekolah Minggu
Sebagai Generasi Penerus Gereja Yang Handal
Oleh: Septian Tri Cahyono

Gereja adalah lembaga persekutuan orang percaya yang dibentuk oleh Allah berdasarkan kasih Kristus. Di dalam persekutuan tersebut hidup anggota-anggota tubuh Kristus yang bergerak bersama dengan sebuah komitmen untuk hidup di dalam kebenaran firman Allah. Gerak kehidupan orang percaya bukan untuk sebuah tujuan yang sifatnya duniawi tetapi gerak kehidupan dinamis dan memiliki dimensi kekekalan. Tujuan kehidupan yang dibangun di dalam persekutuan tersebut adalah memuliakan Nama Tuhan Yesus sebagai ungkapan syukur atas anugerah kehidupan dan keselamatan.
Gereja yang merupakan kumpulan orang-orang percaya dalam Kristus memiliki tugas untuk bersekutu, bersaksi, dan melayani. Pelayanan gereja yang kuat harus bertumbuh, berkembang dan menghasilkan buah yang baik bagi kelangsungan gereja dan jemaat untuk kemuliaan Kristus sebagai kepala gereja. Essay ini mengangkat salah satu tugas gereja dalam kaitannya dengan pertumbuhan gereja itu sendiri. Yang fokus pembahasan dalam penulisan ini adalah pelayanan anak – Sekolah minggu – sebagai satu bentuk pembinaan mempersiapkan generasi penerus gereja yang handal dan bertumbuh.
Gereja yang bertumbuh merupakan gereja yang berupaya menemukan dan mengembangkan secara baik semua  kaum awamnya (anggotanya) dan mendorong mereka menggunakan karunia rohani dalam pelayanan. Dengan demikian, setiap anggota gereja, termasuk didalamnya anak-anak sekolah minggu terlibat dalam mengembangkan serta menumbuhkan gerejanya. Tentu dalam memenuhi kebutuhan pelayanan ini, gereja harus memperhatikan beberapa aspek yang perlu menjadi faktor pendukung pertumbuhan gereja. Diantaranya adalah kualitas pembimbing ataupun guru sekolah minggu dalam membina dan mempersiapkan anak sekolah minggu sebagai generasi-generasi yang handal dalam mewujudkan gereja yang bertumbuh dan kokoh.
Hal ini dipandang perlu oleh sebab pelayanan anak dapat memberikan suatu pondasi yang mendasar dalam kelangsungan pertumbuhan gereja. Sehingga dalam menjawab tuntutan dan tantangan perkembangan serta pertumbuhan gereja, pelayanan anak menjadi suatu hal yang sangat penting. Bukan hanya itu, dengan adanya pelayanan anak, gereja juga mempersiapkan dan membentuk generasi – generasi penopang gereja yang handal dan dapat diandalkan dikemudian hari. Pelayanan anak menjadi sangat penting karena pembinaan rohani anak merupakan tanggung jawab bagi gereja selain keluarga.
Gereja yang adalah tubuh Kristus haruslah saling melengkapi dan saling membangun untuk mencapai suatu tujuan dan percaya kepada Yesus Kristus. Dalam gereja tidaklah terlepas dari pengajaran, pendidikan dan bimbingan, baik kepada orangtua, penatua, pemuda, remaja, maupun anak-anak. Dalam hal ini, gereja haruslah aktif dalam pengembangan spiritualitas bukan hanya teoritis saja.
  Pembinaan dan pendidikan kepada anak-anak (Sekolah Minggu) sangatlah penting untuk membentuk spiritualitas yang baik dan kokoh. Gereja harus mampu membentuk mentalitas dan spiritualitasnya dari sejak anak-anak. ”Biarkan anak-anak datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah ” (Mrk. 10:14, Mat. 19:14, Luk. 18:16). Ayat ini sering kali digunakan sebagai dasar Alkitab dari pelaksanaan pendidikan anak. Sebagaimana Yesus menghargai dan menerima anak-anak, demikian pula gereja menghargai dan menerima mereka melalui pendidikan/pengajaran anak.
 Masa sekarang ini pendidikan anak khususnya di gereja seringkali tidak sesuai dengan dasar Alkitab. Rasa mencintai dan menyayangi anak telah berkurang di antara para guru maupun pelayan. Permasalahan yang sering terjadi adalah gereja seringkali menganggap sepele mengenai pelayanan anak. Bahkan mengesampingkan pelayanan kategori ini. (Dalam hal ini penulis mengamati kegiatan pelayanan anak yang ada di Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) ”Anugerah” Duri – Riau yang memang dalam praktiknya, Gereja ini telah melakukan dan melaksanakan pelayanan anak, namun belum secara maksimal. Peran dan kualifikasi pembimbing dalam pelayanan ini masih belum maksimal dan masih perlu banyak peningkatan). Seolah-olah anak tidak begitu penting peranannya dalam gereja dibandingkan dengan peranan orangtua, pemuda, dan lain-lain. Dengan peningkatan dan memaksimalkan kualitas pembimbing dan pembina rohani yang dalam hal ini adalah guru sekolah minggu, diharapkan pelayanan anak dalam gereja mampu memberikan dasar dalam mengajar, dan mempersiapkan serta membentuk kualitas spiritual generasi penerus gereja. Sehingga pondasi pertumbuhan dan perkembangan gereja melalui generasi yang sekarang ini dapat dibentuk dan dipersiapkan dengan matang dan maksimal.
Selain itu, dimasa mendatang, generasi ini dapat turut menjawab tantangan dan kebutuhan gereja dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin berkembang. Inilah yang mendasari penulis untuk melihat apa yang menjadi masalah terhadap kualitas guru sekolah minggu sebagai pelayan yang membina, mengajarkan dan mempersiapkan spiritualitas anak-anak sebagai generasi penerus gereja yang handal.

Pentingnya kualitas pembimbing rohani – Guru sekolah minggu dalam mengajar dan mempersiapkan, serta membentuk kualitas spiritualitas generasi penerus gereja (ASM).
Pertanyaan mendasar dalam pelayanan anak adalah bagaimana atau sejauh mana kualitas dan efektifitas dari pengajar maupun pembimbing rohani sebagai seorang yang mengajar, membimbing dan mempersiapkan generasi penerus gereja? Kualitas pembimbing dan pengajar menjadi kebutuhan yang sangat penting dan mendasar dalam membentuk dan membina serta mempersiapkan generasi-generasi penerus gereja yang memiliki kualitas spiritual yang handal. Dengan kualitas yang baik dari seorang pembina dan pengajar, maka dampak yang diberikan juga akan baik.
Yang menjadi pertanyaan adalah, kualitas yang bagaimana yang harus dimiliki seorang pengajar dan pembina sekolah minggu dalam peranannya mempersiapkan generasi penerus gereja yang handal. Beberapa kriteria pengajar dan pembina sekolah minggu mungkin dapat menjadi panduan dan atau dasar ukuran kualitas yang harus dimiliki masing-masing guru sekolah minggu. Kriteria tersebut antara lain:
Seorang yang telah lahir baru/telah menerima Kristus menjadi Tuhan dan Juruselamat secara pribadi.
Seorang kristen yang bertumbuh.
Seorang kristen yang setia terhadap gereja.
Seorang yang memahami bahwa pelayanan pendidikan adalah panggilan Allah.
Seorang yang suka dan ada rasa cinta kasih serta kesabaran pada objek yang dididiknya.
Seorang yang baik dan benar dalam kesaksian hidupnya.
Seorang yang telah menerima latihan dasar sebagai guru.
Seorang yang melayani dengan bersandar pada kuasa Roh Kudus.
Seseorang yang memiliki keyakinan dan ketegasan.
Seseorang yang mengenal dan mengajarkan alkitab.
Kemudian, seberapa besar dan penting kualitas dari guru sekolah minggu dalam mempersiapkan dan membina anak-anak sekolah minggu untuk menjadi generasi yang handal dalam pertumbuhan gerejanya?
Kualitas berbicara mengenai tingkat baik buruknya sesuatu; kadar: derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan); mutu. Berkenaan dengan spiritual, maka mutu ataupun kualitas dari seorang pengajar atau guru sekolah minggu adalah berbicara bagaimana ataupun sebarapa mampu ia membentuk dan mempersiapkan anak-anak sekolah minggu damal menghadapi tantangan zaman serta mempersiapkan anak-anak dalam andil bagian membangun, mengembangkan, dan menumbuhkan gerejanya ditengah tuntutan tantangan zaman.
Selain daripada itu, secara praktisnya, guru sekolah minggu dituntut untuk memiliki kecakapan kualitas mengajar dan juga  kreatifitas yang baik. Sehingga dalam mengajar dan menyampaikan pesan pengajaran dalam membentuk spiritualitas serta membangun pondasi yang kokoh kepada generasi penerus gereja, setiaip guru sekolah minggu dapat menyampaikan dan membimbing dengan baik dan menyenangkan. Hal tersebut tentunya sangat dipengaruhi kualitas dari seorang pembimbing atau guru sekolah minggu. Yang menjadi persoalan adalah, apakah gereja memandang perlu dan penting akan hal ini? Lalu, tindakan apa yag telah gereja lakukan untuk menanggapi hal tersebut?


Seringkali  gereja memandang pelayanan anak sebagai jenis kategorial pelayanan yang ”sepele” yang tidak penting dibandingkan dengan jenis pelayanan kategorial yang lainnya.
Permasalahan yang seringkali terjadi dalam pembinaan generasi penerus gereja adalah; gereja seringkali memandang pelayanan anak sebagai jenis kategorial pelayanan yang ”sepele” yang tidak penting dibandingkan dengan jenis pelayanan kategorial yang lainnya. Hal ini tentu sangat berpengaruh dengan kualitas pelayanan anak dalam gereja tersebut sehingga dalam mencetak dan membina serta mempersiapkan generasi penerus gereja terkesan ”asal-asalan.”
Penulis mengamati berdasarkan pengalaman sebagai ”pekerja” dan pelayan di Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) Jemaat Anugerah Duri - Riau, mendapati bahwa gereja (majelis jemaat khususnya, yang didominasi kaum awam) memandang pelayanan anak hanyalah program rutinitas kategorial semata. Hal ini penulis lihat dari kurangnya perhatian yang diberikan kepada pelayanan anak sekolah minggu dari gereja. Mulai dari keterlibatan anggota majelis (komisi sekolah minggu) yang sangat minim, sampai kepada anggaran dan program kerja pelayanan sekolah minggu yang kurang diperhatikan oleh gereja.
Dengan kurangnya perhatian gereja terhadap pelayanan anak, maka ancaman yang paling mendasar dari gereja tersebut adalah generasi yang kurang kokoh dan kurang, bahkan tidak matang dalam menjawab tantangan zaman serta mempertahankan dan menumbuhkan gerejanya.
Barnabas Simin dalam bukunya memberikan hasil analisanya mengenai kondisi pelayanan di dalam gereja:
20% bidang pelayanan gereja berfungsi dengan baik
30% bidang pelayanan gereja berfungsi tetapi tideng maksimal
50% bidang pelayanan gereja tidak berfungsi sama sekali
Hasil analisa yang dipaparkan barnabas Simin, sesuai dengan fakta yang penulis juga lihat dan amati di gereja ketika penulis melayani. s\meskipun dalam prosentase yang berbeda. Namun secara garis besar, keterlibatan dan fungsi dari bidang pelayanan di gereja, dapat dikatakan (hampir) tidak berfungsi sama sekali. Khususnya di bidang pelayanan anak. Hal ini kemungkinan besar adalah karena adanya pemahaman bahwa pelayanan anak adalah suatu pelayanan yang kurang penting, dan dianggap hal  yang sepele.
Masalah-masalah yang sering muncul adalah berhubungan dengan Sumber Daya Manusia, yakni guru anak Sekolah Minggu, antara lain:
Gereja masih sangat kewalahan mencari guru Sekolah Minggu
 Adanya guru yang mengundurkan diri dari pelayanan setelah menikah atau pindah kota setelah menyelesaikan kuliahnya
Kualitas guru yang selalu yunior karena terus berganti dengan orang baru sehingga adaptasi dan pengenalan kepada anak masih kurang
Sarana dan prasarana mengajar yang masih kurang
 Guru yang kurang kreatif dalam memilih metode mengajar dan alat bantu yang menarik bagi anak namun murah/terjangkau. Ini terjadi karena banyak gereja kurang memperhatikan pentingnya pembinaan bagi guru anak/Sekolah Minggu.
Sekolah minggu adalah sebagai bagian integral – bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan dan pertumbuhan gereja. Namun, dalam kenyataannya menunjukkan bahwa gereja belum sepenuhnya memahami peranan dan tanggung jawabnya atas pengajaran dan pembimbingan anak-anak dalam mempersiapkan generasinya sebagai penerus gereja yang handal. Hal itu tampak dari kenyataan-kenyataan berikut ini:
Masih kurang perhatian/tanggung jawab gereja terhadap pelayanan anak Sekolah Minggu terlihat belum tergambarnya pelayanan Sekolah Minggu dalam struktur yang jelas di beberapa gereja.
Di beberapa gereja lainnya kedudukan pelayanan Sekolah Minggu sudah tergambar dalam struktur tapi belum efektif dalam gerak operasionalnya.
Di beberapa gereja belum ada kurikulum yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelayanan anak-anak. Di beberapa gereja lainnya sudah ada kurikulum yang dibuat sendiri-sendiri tapi yang belum seluruhnya mengacu pada pendidikan anak yang sebenarnya.
 Jumlah tenaga pelayan anak Sekolah Minggu yang tidak seimbang dengan jumlah murid yang dilayani. Di samping itu, kualitas pelayan, baik edikasi maupun kemampuan yang terbatas.
Bila masalah-masalah ini kurang diperhatikan oleh gereja maupun pelayan yang terlibat dalam hal ini, maka pelayanan yang ada akan menjadi asal-asalan atau asal jalan dan terkesan dipaksakan. Sebagian orang mengatakan jangan dituntut terlalu banyak dari guru sekolah minggu, ada yang mau mengajar  saja sudah syukur. Sikap ini bisa menjadi semacam penyakit yang makin menggerogoti keberadaan pembinaan spiritualitas anak, sehingga pelayanan semakin parah dan dampaknya bagi gereja pun akan sangat tidak baik dimasa yang akan datang karena tidak memiliki generasi penerus yang kuat. Oleh karena itu, pelayanan seharusnya dijalankan sebaik-baiknya, guru harus bersikap profesional dan berkualitas, serius, sungguh-sungguh, bertanggung jawab, berusaha semaksimal mungkin dan rela berkorban. Terlebih lagi harus memiliki motivasi utama, yaitu jiwa pengabdian dan kesadaran akan pentingnya pendidikan anak.

Kurang, bahkan tidak adanya pembinaan dan pembekalan GSM dalam hal spiritualitas dan keteladanan dalam mengajar dan mempersiapkan/membina anak anak sekolah minggu sebagai generasi penerus gereja.
Tujuan pokok dari  pelayan yang membina, mengajarkan dan mempersiapkan spiritualitas anak-anak sebagai generasi penerus gereja yang handal adalah memperlengkapi warga jemaat khususnya anak-anak, agar dapat mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam Yesus Kristus sambil menantikan penggenapannya. ”Our metapurpose as Christian religious education is to lead people out to the Kingdom of God in Jesus Christ.”
Tujuan ini perlu dijabarkan dalam konteks masa kini yang kongkret dan tertentu, agar Kerajaan Allah tidak sekedar sebagai slogan melainkan hidup secara nyata dan jelas. Dalam pembinaan anak, para guru mengajarkan tentang kepekaan sosial dan juga sikap cinta alam perlu dibiasakan sejak masa kanak-kanak agar ikut serta membentuk kepribadian. Begitu juga dengan era globalisasi yang tak dapat dihindari oleh siapa pun dengan pesatnya perkembangan teknik komunikasi, era pasar bebas, perkembangan iptek, dan lain-lain. Maka anak yang akan hidup sebagai orang dewasa pada abad ke-21 ini membutuhkan iman dan spriritualitas yang kokoh yang dapat menghadapi tantangan dunia globalisasi sehingga tetap kokoh dan kuat sebagai pondasi pertumbuhan gereja.. Untuk itu, anak-anak membutuhkan pendidikan iman dan pembinaan spiritualitas  yang tangguh dalam hidup sehari-hari dalam era globalisasi ini.
 Dalam pengajaran dan pembinaan serta pembimbingan anak Sekolah Minggu, dilakukan untuk memperkenalkan tiga hal penting, yaitu:
Kasih Tuhan dalam kehidupan mereka dan dalam dunia ini.
Tradisi yang dikenal oleh gereja dimana anak-anak menjadi bagian dari jemaat.
Supaya mereka berperilaku kristiani, mendasarkan hidup mereka pada Firman, dan memiliki spiritualitas yang baik dan kuat.
Dalam mencapai hal di atas, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang terpanggil dan terampil, kurikulum dan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan/konteks anak, ruangan khusus Sekolah Minggu beserta materi yang relevan secara kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Inilah yang menjadi tugas gereja yang menjamin berlangsungnya pelayanan terhadap anak tersebut.
Dalam hal ini yang harus menjadi penekanan ataupun prioritas adalah pembinaan dan atau pelatihan dari pembina (guru sekolah minggu) terlebih dahulu. Dengan adanya pembinaan dan pembekalan guru sekolah minggu dalam hal spiritualitas dan keteladanan dalam mengajar dan mempersiapkan/membina anak anak sekolah minggu sebagai generasi penerus gereja, maka diharapkan setiap guru sekolah minggu mampu menjawab tuntutan pelayanan dengan bekal dan kreatifitas yang ia miliki. Sehingga dalam mengajar dan membina anak-anak sekolah minggu menjadi efektif dan berkualitas.
Kurangnya pembekalan dan pembinaan kepada pembimbing pengajar sekolah minggu, akan berdampak kepda kesiapan dari para pengajar itu sendiri. Sehingga pengajaran serta pembinaan yang dilakukan menjadi kurang atau tidak efektif. Keteladanan yang benar dan baik juga mempengaruhi tingkat keberhasilan seorang pengajar dalam mengajar dan membimbing serta membina anak-anak dalam hal spiritualitas mereka. Oleh sebab itu, pembinaan kepada pendidik atau pengajar sangatlah penting sehingga mereka juga memiliki kesiapan dan persiapan yang matang dalam mempersiapkan genereasi penerus gereja yang handal. Tentunya ini menjadi tugas dan tanggung jawab dari gereja.
Setiap pengajar atau pembina, seyogyanya memiliki suatu keyakinan diri bahwa Allah telah memilih serta mau memakai dirinya untuk pelayanan yang Ia percayakan. Sebab Allah telah mengaruniakan suatu karunia rohani yang akan mendukung dan menopang setiap pelayanan yang Tuhan percayakan kepada setiap (kita) pembina dan pengajar (guru sekolah minggu) dalam membina spiritualitas anak-anak sekolah minggu. Elmer L. Towns mengatakan: ”God has given you a unique combination of spiritual gift to accomplish a unique purpose that will lead to unique result, but you must be willing to use you’r gift to glorify God.” Inilah alasan mengapa setiap pengajar atau pembina harus yakin bahwa dalam dirinya ada kecakapan khusus, karunia rohani untuk dapat menyelesaikan atau pun mencapai tujuan dalam pelayanannya. Khususnya dalam membina spiritualitas anak sekolah minggu sebagai generasi penerus gereja

Perlunya keteladanan sikap hidup para GSM dalam mengajar dan mempersiapkan ASM sebagai generasi penerus gereja yang handal dan kuat dalam iman dan spiritualitasnya, sehingga melalui hal ini, gereja akan tumbuh dengan kokoh dan kuat.
Selain dari kecakapan mengajar dan membina, keteladanan sikap hidup para guru sekolah minggu dalam mengajar dan mempersiapkan anak sekolah minggu sebagai generasi penerus gereja yang handal dan kuat dalam iman dan spiritualitasnya merupakan suatu hal yang sangat perlu dan mendasar bagi setiap guru sekolah minggu. Sehingga melalui hal ini, gereja akan tumbuh dengan kokoh dan kuat.
Keteladanan merupakan suatu bentuk dari sesuatu yang dapat ditiru dan dicontoh. Dalam hal ini tentunya mengarah kepada hal yang bersifat spiritual atau kerohanian yang mampu membawa anak sekolah minggu kepada spiritual yang mantap sehingga menjadi generasi penerus gereja yang handal.. Guru sekolah minggu sebagai pengajar, dan pembina bagi anak-anak sekolah minggu haruslah memiliki sikap hidup yang dapat diteladani oleh anak-anak. Sehingga dalam pengajarannya, guru sekolah minggu memiliki wibawa dan juga mampu mengajarkan kepada anak sekolah minggu untuk dipersiapkan sebagai generasi penerus gereja yang handal.
Contoh yang baik dalam alkitab adalah Paulus. Ia mengajarkan kepada setiap jemaat Tuhan yang dipercayakan kepadanya untuk dilayani, dibimbing dan dibina, dengan cara memberikan pengajaran dan juga teladan. Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu (Filipi 3:17) Bahkan Yesus sendiri  memberikan contoh dalam mengajar murid-muridNya. ”Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu (Yohanes 13:15).
Dengan pengajaran dan pembimbingan serta keteladanan dalam kehidupan keseharian, maka hasil yang akan dicapai pun akan sangat maksimal. Lebih dari itu, gereja akan kokoh dengan generasi yang kuat yang memiliki spiritual yang baik. Gereja juga akan mampu menjawab tantangan zaman yang semakin berkembang.
Keteladanan yang benar memerlukan sifat dan sikap yang benar pula dalam memberikan keteladanannya. Pertama, setiap pembimbing harus mengerti dan menguasai ajaran-ajaran alkitab dengan baik. Yang kedua, harus hidup sesuai dengan apa yang ia ketahui dan ajarkan. Dengan demikian maka sikap yang akan muncul dalam diri seorang pembimbing (guru sekolah minggu) adalah sikap rasa empati, sikap seorang hamba, dan seorang pemimpin yang lembut.

Beberapa Metode yang dapat digunakan dalam mengajar dan membina serta mempersiapkan spiritualitas anak sekolah minggu sebagai generasi penerus Gereja yang handal.
Dalam proses belajar-mengajar, dan pembimbingan serta pembinaan spiritualitas anak, suasana yang ditimbulkan oleh pengajaran atau pembinaan anak dalam Kebaktian Anak yang dapat kita lihat di gereja adalah beribadah dan berbakti. Anak dan guru memuji Tuhan, bersyukur, mengaku dosa, didamaikan kembali dengan Allah, nyanyian, doa, persembahan, pembacaan Alkitab, perenungan. Sedangkan sebagai Sekolah Minggu, proses yang terjadi adalah menurut model instruksional beracuan tujuan. Tujuan dirumuskan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi pada anak.
         Ada beberapa metode dan alat bantu untuk proses dalam mengajar dan membimbing serta membina anak-anak Sekolah Minggu, antara lain:
a.      Cerita dalam arti yang sesungguhnya. Guru banyak berbicara di depan anak tanpa alat bantu lain.  Tapi hal yang sering dijumpai adalah guru Sekolah Minggu tidak bercerita, tetapi memberikan nasihat-nasihat, petuah-petuah, dan petunjuk kepada anak yang bersifat dogmatis. Padahal cerita yang sesungguhnya membawa anak masuk ke dalamnya sehingga dapat merasakan, melihat langsung dan terlibat dalam peristiwa itu.
b.      Lambang-lambang, gambar, audio-visual. Alat ini dibutuhkan untuk membentuk anak mengerti dan menghayati ke dalam kisah yang dibawakan guru. Manfaat penggunaan audio-visual dalam pengajaran anak Sekolah Minggu, juga dapat dilihat:
-       Mempertahankan konsentrasi
-       Mengajar dengan lebih cepat
-       Mengatasi masalah keterbatasan waktu
-       Mengatasi masalah keterbatasan tempat
-       Mengatasi masalah keterbatasan bahasa
-       Membangkitkan emosi manusia
-       Menyampaikan suatu konsep dengan bentuk yang baru
-       Menambah daya pengertian
-       Menambah ingatan murid
-       Menambah kesegaran dalam mengajar
c.       Seni musik, tari, drama, peragaan peran. Seni dapat mengasah segi afektif agar belajar dapat menjadi suatu kegiatan yang utuh. Dalam seni anak belajar sesuatu dari perasaan: keindahan, harapan, sukacita, kesedihan, berbagai macam karakter, penyelesaian konflik, serta dapat belajar berempati.
d.      Permainan yang bermakna. Dunia anak adalah dunia bermain. Anak Sekolah Minggu dapat menghadirkan jenis permainan lain, yakni permainan kelompok.
e.     Diskusi. Dalam pengajaran anak Sekolah Minggu khususnya kelas usia 10-12 tahun sudah dapat dipakai metode diskusi. Metode ini sangat berguna dalam rangka perkembangan kemampuan anak dalam psikologi perkembangan dan juga mengatasi kebosanan anak dalam mendengarkan kisah Alkitab yang telah didengarnya pada masa anak kecil, di sekolah, atau yang telah dibacanya.
f.       Kunjungan lapangan. Yang dimaksud dengan kunjungan lapangan adalah mengunjungi sesuatu tempat baru dengan tujuan untuk mengenal suatu masyarakat yang nyata. Ini sangat berguna untuk meningkatkan kepekaan sosial anak, dengan mengunjungi panti asuhan, desa atau tempat-tempat lain.
g.      Evaluasi. Bagian ini dibutuhkan indikator untuk menilai apakah tujuan tercapai atau tidak. Evaluasi dapat dilakukan melalui percakapan dan pengamatan tentang sikap dan tindakan  anak. Guru juga dievaluasi, apakah ia telah mengajar dengan berhasil yaitu tujuan dapat tercapai, yang menunjukkan perilaku anak yang diharapkan.
Metode yang dipaparkan diatas adalah merupakan tunyunan atau pun acuan saja. Namun dalam pelaksanaannya, guru sekolah minggu harus memiliki kualitas dan kualifikasi untuk menyampaikan pengajarannya dengan kreatif dan tentunya harus memiliki sikap hidup atau keteladanan yang baik yang dapat menjadi pendukung penting dalam pengajaran.

Perlunya transformasi paradigma dari gereja dan para orang tua mengenai pelayanan anak (SM) sehingga tercipta spiritualitas yang baik dan berkualitas, baik dari pihak GSM sebagai pengajar/Pembina, maupun ASM sebagai sasaran pembentukan spiritualitas melalui pelayanan SM.
Demi generasi yang handal dan kokoh dalam pertumbuhan gereja, maka sangat penting untuk mengubah paradigma atau cara pola berpikir dan cara pandang terhadap pelayanan anak. Gereja harus merubah pandangan terhadap pelayanan anak yang selama ini menganggap tidak penting dan ”sepele” kepada pandangan yang menempatkan pelayanan anak, pembinaan dan pengajaran anak tentang spiritualitas sebagai suatu hal yang penting. Berkenaan dengan kelangsungan gereja dan pertumbuhan gereja ditengah-tengah tantangan zaman yang semakin berkembang. Ditengah tantangan tekhnologi yang semakin maju.
Dengan spiritualitas yang baik yang kokoh dan kuat yang dimiliki generasi penerus gereja, maka dengan kondisi dan tantangan zaman yang ada, gereja akan tetap mampu bertahan dan menjawab setiap tantangan zaman.  Oleh sebab itu, gereja harus merubah cara pandang dan penempatan palayanan sekolah minggu sebagai suatu hal yang sangat pentinmg, dan “bukan hal yang sepele”.
Tentunya juga harus ada kerjasama antara gereja dan orangtua anak untuk bersama-sama mendidik, membina dan mengajar Firman Tuhan untuk spiritualitas yang baik, yang kuat dan menjadi generasi gereja yang handal ditengah kemajuan zaman. Tugas dan panggilan gereja ke depan dan tahun-tahun mendatang akan makin banyak serta makin menantang. Kita harus berusaha melakukan apa yang dapat kita lakukan semaksimal mungkin dan dengan sebaik-baiknya khususnya mempersiapkan generasi penerus yang handal dan kokoh untuk gereja yang sehat dan bertumbuh ditengah tantangan zaman.. Tugas dan panggilan itu agung dan besar, kita tidak boleh bersandar pada kepandaian, pengalaman dan ketrampilan sendiri. Semoga gereja dalam melaksanakan dan mewujudkan tugas serta panggilannya sungguh-sungguh hanya bersandar pada kuasa Tuhan. Dengan terus meningkatkan kualitas setiap umat Tuhan dalam spiritualitas yang baik dan benar. Dengan pembinaan dan pembimbingan yang tepat dengan pengajar dan pembinaan serta teladan yang berkualitas sehingga menghasilkan generasi yang berkualitas.






Kepustakaan

Barnabas Simin, menumbuh kembangkan gereja, Pontianak ____________ 2009.

Elmer L. Towns, What Ever Sunday School Teacher Should Know: U.S.A. Gospel Light; 2001

http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/033/ diakses tanggal 04-04-2016 pukul 16.03 WIB

Program Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Ofline versi 1.5.1

Ronald. W Leigh, Melayani dengan efektif: Jakarta: BPK Gunung Mulia: 2011

Thomas H. Groome, Christian Religious Education: Sharing our Story and Vision, San Francisco, Harper & Row, 1980: hlm. 35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar