EUTHANASIA
DALAM PERSPEKTIF ETIKA KRISTEN
Dunia
tekhnologi semakin canggih dan setiap hal dalam perkembangan zaman semakin
menjadi hal yang umum dalam kehidupan manusia. Dalam dunia medis dan kedokteran
khususnya, berkembang tekhnologi kedokteran yang semakin canggih yang dapat
membantu tim medis / dokter dalam menangani pasien.
Namun
dalam praktik kedokteran, sering kali diperhadapkan dengan situasi-situasi yang
sering menuntut pertimbangan-pertimbangan yang tidak mudah dalam menangani
pasien. Salah satu contoh adalah mengenai operasi yang dimaksudkan untuk
menolong pasien dengan resiko-resiko yang kemungkinan terjadi.
Selain hal itu,
dalam dunia medis diperhadapkan dengan satu hal yang menjadi perhatian penting
yang menuntut pertimbangan dan pemikiran serta keputusan etis yang tidak mudah.
Euthanasia. Dunia kedokteran
diperhadapkan dengan suatu realita euthanasia yang dalam praktiknya terdapat
pro dan kontra mengenai hal ini.
Dalam makalah
ini penulis mencoba untuk membahas hal mengenai euthanasia di tinjau dari perspektif iman kristen yang dalam hal
ini mengacu kepada etika kristen.
Dalam panulisan
makalah ini, peulis mencoba untuk merumuskan pokok permasalahan sebagai
berikut:
a.
Definisi Etika baik secara umum
maupun dalam iman Kristen
b.
Definisi Euthanasia
c.
Jenis Euthanasia
d.
Pro-Kontra Euthanasia
e.
Euthanasia dalam alkitab
f.
Pandangan Alkitab mengenai
Euthanasia
g.
Euthanasia dalam pandangan iman
Kristen (etika Kristen)
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami apa dan bagaimana euthanasia
serta untuk memberikan masukan dan pemahaman. Sehingga dapat menentukan dan
mengambil sikap dalam menghadapi euthanasia. Selain dari itu, tujuan dari
penulisan ini adalah agar setiap pembaca memiliki pengertian dan pemahaman
untuk menghargai dan menghormati kehidupan dengan cara tidak menyia-nyiakan
kehidupannya. Dengan kata lain, dapat memiliki pemahaman bahwa hidup yang
dimiliki yang merupakan pemberian Tuhan dapat dihidupi dengan maksimal.
Euthanasia
Dalam
dunia yang semakin berkembang dengan tingkat kecanggihan ilmu tekhnologi,
khususnya dalam bidang kedokteran, timbul suatu pembahasan mengenai apa yang
disebut sebagai “Euthanasia”.
Bagaimana hal ini dalam pemandangan etika yang didasarkan kepada iman Kristen?
Definisi
Etika
Istilah
etika memiliki banyak variasi pengertian. Khususnya dalam penggunaan secara
umum berdasarkan beberapa tipe pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut persoalan-persoalan
etis. Contoh dari pemakaian istilah dari
etika berkenaan dengan pertanyaan etis adalah pertanyaan tentang apa dan
bagaimana kita harus berkelakuan yang berkenaan dengan etika normatif dan
moral.
Kata
etika sendiri berasal dari beberapa kata dalam bahasa yunani, eqoj (ethos) yang berarti kebiasaan, adat. hqoj (ethos)
yang
diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan batin. Juga kata hqikos (ethikos)
yang
berarti kecenderungan hati yang membuat seseorang melakukan perbuatan[1].
Sedangkan dalam kamus terbaru bahasa
Indonesia, etika diartikan sebagai suatu bidang ilmu yang berkenaan tentang
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral[2].
Hal ini berkenaan dengan suatu penekanan pembelajaran tentang moral dan tata
nilai serta pengambilan keputusan tentang yang baik ataupun yang buruk. Selain
daripada itu, hal akan etika menuntut adanya kesadaran moral dalam tatanan
masyarakat secara luas. Kesadaran tersebut termasuk apa yang dilakukan manusia.
Kesadaran inilah yang disebut sebagai kesadaran etis, yakni kesadaran akan
norma-norma yang ada dalam diri manusia[3].
Berkenaan dengan arti definisi etika
secara umum, lebih spesifik dalam etika kristen, Douma memberikan definisi
etika sebagai pertimbangan kelakuan atau tingkah laku yang bertanggungjawab
terhadap Allah dan terhadap sesama[4].
Titik tolak berpikir dalam etika kristen adalah iman kepada Tuhan yang telah
menyatakan diriNya melalui Tuhan Yesus Kristus[5].
Dengan kata lain, etika kristen merupakan tanggapan akan kasih Allah yang telah
menyelamatkan kehidupan kita.
Definisi
Euthanasia
Euthanasia berasal dari kata yunani eu (baik) dan Thanamos
(kematian). Secara etimologi, euthanasia diartikan sebagai mati dengan
baik, mati bahagia, mati senang, mati tenang, mati damai, mati tanpa penderitaan[6]. Euthanasia dipahami sebagai suatu
tindakan yang dilakukan seseorang untuk membantu orang lain mengakhiri hidupnya
dengan sengaja, semata-mata untuk kepentingan dan keuntungan orang tersebut.
Entah atas permintaan yang bersangkutan maupun atas permintaan wali /
keluarganya.
Euthanasia diartikan juga sebagai
tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengakhiri hidup seseorang atas
permintaannya sendiri. Atau juga diartikan sebagai bantuan yang diberikan
kepada seseorang untuk mati dengan tenang atas permintaannya sendiri[7].
Jenis
Euthanasia
Dalam praktiknya, ada dua jenis
euthanasia. Yakni euthanasia aktif dan euthanasia pasif.
1)
euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah mengambil kehidupan seseorang untuk mengurangi
penderitaannya. Dalam praktik euthana jenis ini, biasanya dilakukan
dengan cara menyuntikkan zat kimia tertentu untuk mempercepat proses kematian
seseorang. Dalam hal praktik euthanasia aktif ini terdapat aspek
kesengajaan.
2)
euthanasia pasif
Euthanasia pasif, diartikan sebagai
tindakan membiarkan si sakit (pasien) mati secara alamiah tanpa
alat bantu seperti pemberian obat / suntik. Dengan kata lain, seorang dokter
tidak melakukan apa-apa untuk pasiennya dan membiarkan kematian melakukan
pekerjaannya dengan jalan tidak mencegahnya[8].
Pro-Kontra
Euthanasia
Dalam
praktik euthanasia memang terjadi pro dan kontra dengan alasan-alasan yang
diberikan baik dari pihak yang pro akan euthanasia, maupun dari pihak yang
menentang euthanasia. Beberapa alasan
yang diberikan oleh orang-orang yang pro ataupun mendukung praktik euthanasia:
a.
Adanya hak moral bagi setiap
orang untuk mati secara terhormat. Maka seseorang mempunyai hak untuk memilih
cara kematiannya.
b.
Adanya hak “privasi” yang secara legal melekat pada setiap orang. Ini berkaitan
dengan hak-hak yang dinikmati dalam hidup seseorang.
c.
Euthanasia adalah dipandang
sebagai tindakan belas kasihan / kemurahan bagi si sakit (pasien). Sehingga
tidak bertentangan dengan peri kemanusiaan dan justru merupakan tindakan
kebajikan.
d.
Euthanasia juga dipandang
sebagai tindakan belas kasih kepada keluarga pasien. Dalam hal ini berkenaan dengan ekonomi dan
beban biaya yang harus ditanggung.
Sedangkan
alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang menentang praktik euthanasia adalah
sebagai berikut:
a.
Tidak ada alasan moral manapun
yang mengizinkan seseorang melakukan pembunuhan maupun bunuh diri.
b.
Hak privacy tetap memiliki batas, yakni hak privacy orang lain. Dengan kata lain bahwa seorang pasien yang
memiliki hak privacy untuk meminta euthanasia, dibatasi oleh hak
orang lain (dokter/tim medis) yang tidak menginginkan atau tidak menyetujui hal
tersebut.
c.
Sekalipun secara teori
euthanasia dapat meringankan atau mengakhiri penderitaan, euthanasia tetaplah
merupakan suatu pembunuhan. Hal ini sama artinya dengan menghalalkan segala
cara untuk tujuan tertentu.
Euthanasia
dalam alkitab
Praktik
euthanasia telah terjadi sejak pada zaman dahulu. Sebagai contoh kisah yang
termasuk sebagai praktik euthanasia dalam alkitab adalah peristiwa yang terjadi
pada raja pertama bangsa Israel. Saul meminta pembantunya untuk melakukan
euthanasia terhadap dirinya (mengakhiri hidup Saul) agar dirinya tidak
dipermalukan oleh orang filistin yang menjadi musuhnya. Hal ini terjadi ketika
Saul terluka parah dalam pertempuran melawan bangsa Filistin ( 1 Samuel 31).
Alasan yang digunakan Saul adalah “tidak ingin dipermalukan”, atau juga ada
rasa putus asa yang membawanya kepada rasa tidak mau dipermalukan oleh
musuhnya.
Contoh
lain dalam alkitab tentang hal praktik euthanasia adalah kasus Abimelekh yang
meminta bujangnya yang membawakan senjatanya untuk melakukan euthanasia
terhadap dirinya (Hakim-hakim 9 : 53-54). Hal ini pun dengan alasan yang hampir
serupa dengan apa yang dilakukan oleh Saul.
Kedua
tokoh dalam Alkitab yang melakukan euthanasia memiliki alasan yang kurang lebih
mirip. Yakni alasan karena tidak tahan akan penderitaan lahir batin yang mereka
alami. Penderitaan lahir (jasmani) oleh karena terluka parah, dan penderitaan
batin oleh karena tidak ingin dipermalukan.
Pandangan
Alkitab mengenai Euthanasia
Alkitab
tidak mendukung adanya euthanasia, sekalipun dalam Alkitab ada tokoh yang
melakukannya, seperti: Saul, Raja pertama bangsa Israel (1 Samuel 31 :4) dan
Abimelekh (Hakim-hakim 9 : 53-54). Namun itu bukan karena Alkitab mendukung
adanya tindakan tersebut.
Dalam bagian
yang lainnya, ada pula ayat yang seolah mendukung tindakan euthanasia, seperti
dalam Matius 18:6, Markus 9:42, Lukas 17:2. Yang ketiga ayat tersebut memiliki
isi yang dapat dikatakan sama, yakni untuk mengikatkan batu kilangan dan
melemparkan diri ke laut dengan alasan karena menyesatkan. Namun bukan berarti
hal ini juga mendukung euthanasia. Melainkan ayat ini memberikan peringatan
agar tidak menyesatkan orang lain. Sebab akan ada hukuman bagi yang melakukannya.
Dengan sangat
jelas bahwa Alkitab tidak memberikan dukungan atau menyetujui praktik
euthanasia. Beberapa hal yang menunjuk kepada penolakan euthanasia adalah:
a.
Ada perintah Allah
“Jangan Membunuh” (Keluaran 20 :13)
b.
Kematian adalah hak
Tuhan (Ulangan 32:39; Ayub 1:21; Ibrani 9:27)
c.
Jika alasan
penderitaan, Alkitab
menegaskan bahwa penderitaan adalah berfungsi untuk konstruktif
dalam hidup manusia (Yakobus 1:2-4,
Roma 5 :3-4)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa praktik
euthanasia merupakan praktik yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh
Alkitab.
Euthanasia
dalam pandangan iman Kristen (etika Kristen)
Pandangan
iman kristen menempatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak atau
pun kebebasan dalam memilih dan memiliki tujuan dalam kehidupannya serta
membutuhkan cara-cara untuk mencapainya. Dengan demikian diperlukan
keputusan-keputusan yang tepat secara etis untuk mencapai tujuan hidup dalam
pilihan kehendak dan kebebasannya.
Pada dasarnya,
etika kristen mendasarkan teorinya atas hal-hal berikut:
a.
Allah adalah sumber dan pusat
dari semua yang baik. Artinya bahwa semua patokan moral tunduk kepada
ketentuanNy (Lukas 18:19)
b.
Tanggapan kepada kasih Allah
yag telah menyelamatkan kita. Sederhananya, etika adalah buah iman (Yakobus
2:14-26)
c.
Kebaikan Allah dinyatakan
melalui Yesus Kristus, maka hidup seorang kristen harus sesuai dengan teladan
Kristus (Matius 11 :25-30)
d.
Kasih merupakan ciri dari etika
kristen. Sehingga setiap orang wajib untuk mengasihi oranglain dan khususnya
diri sendiri.
e.
Semua keputusan etis didasarkan
kepada Alkitab (2 Timotius 3 :16).
f.
Dipraktikkan dalam komunitas
kehidupan persekutuan.
Menjadi
pertanyaan adalah, bagaimana etika kristen memandang euthanasia? Setujukah
kekristenan dengan praktik euthanasia? Bagaimana seharusnya seorang kristen
menyikapi euthanasia?
Etika kristen
adalah suatu etika yang berdasarkan kepada Yesus Kristus mencakup pribadiNya,
ajaranNya, dan juga teladanNya. Hal ini mencakup kepada semua aspek kehidupan
manusia, termasuk didalamnya mengenai hal hidup dan mati manusia. Hidup manusia
adalah pemberian dan milik kepunyaan Allah, sehingga manusia tidak berhak untuk
merenggut nyawa orang lain. Selain dari itu, dalam Kejadian 1:26-27, dikatakan
bahwa manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Artinya adalah bahwa
manusia diciptakan sebagai citra Allah, maka manusia tidak boleh ataupun tidak
memiliki hak untuk mencampuri proses kematian alamiah.
Sudah sangat
jelas dalam keimanan kristen bahwa kehidupan dan kematian adalah milik Allah.
Secara tegas dikatakan dalam Alkitab bahwa Kematian
adalah hak Tuhan (Ulangan 32:39; Ayub 1:21; Ibrani 9:27). Juga dalam kesepuluh
hukum, sangat jelas dalam hukumnya mengatakan “jangan membunuh” (Keluaran
20:13). Hal ini menegaskan bahwa kekristenan tidak menyetujui datau pun
mendukung praktik euthanasia, apa pun alasannya.
Dalam bagian
penutup dari makalah ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari hasil
pemaparan dan uraian pembahasan serta memberikan usulan saran menghadapi
euthanasia.
Kesimpulan
Praktik
euthanasia dalam pandangan etika kristen yang berdasarkan pada Yesus Kristus
mencakup pribadiNya, ajaranNya, dan juga teladanNya, yang juga mencakup kepada semua aspek kehidupan manusia,
termasuk didalamnya mengenai hal hidup dan mati manusia, merupakan tindakan
yang tidak dibenarkan. Apa pun yang menjadi alasan dalam praktik tersebut. Baik
euthanasia secara aktif maupun pasif.
Euthanasia merupakan
praktik yang tidak menghargai dan menghormati kehidupan yang adalah milik dan
kepunyaan Tuhan yang telah IA berikan kepada manusia. Sebagai manusia yang
diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, mari kita memaknai kehidupan
dengan terus berusaha dan tidak menyerah terhadap “penderitaan” yang ada dalam
dunia.
Saran
Sebagai manusia
yang dicipta serupa dan segambar dengan Allah, hendaknya kita menghargai dan
memaknai kehidupan dengan baik dan benar. Praktik euthanasia yang jelas
bertentangan dengan iman kristen, secara etika bahkan secara dogmatika, sudah
selayaknya ditolak. Dan setiap tim medis yang dalam hal ini adalah dokter,
hendaknya juga memiliki pemahaman yang benar dalam menghargai kehidupan.
Bagi setiap
hamba Tuhan, ketika menghadapi kasus seperti ini, hendaknya memberikan
penguatan dan penghiburan kepada pasien dan juga keluarga agar tetap berjuang
dalam menghadapi pergumulan yang ada dan membawa mereka kepada pemahaman yang
benar akan kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Verkuyl, J. Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989
Reality, Tim. Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Surabaya: Reality Publisher, 2008
Darmaputera, Eka, Perkenalan Pertama, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2004
Douma, J. Kelakuan Yang Bertanggungjawab: Pembimbing ke dalam Etika kristen, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2002
Brotosudarmo, Drie S.Etika Kristen Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta:
Yayasan ANDI, 2007
Borrong, Robert. P. Kapita Selekta; Bioetik Perspektif Kristani,
Bandung: Jurnal Info Media, 2007
Abineno, Ch. Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
[4] J. Douma, Kelakuan yang
Bertanggung jawab: Pembimbing ke dalam Etika Kristen, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002),16
[5] R.M Drie S. Brotosudarmo, Etika
Kristen Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2007), 58
[6] Dr. Robert P. Borrong. Kapita
Selekta Bioetik Perspektif Kristiani, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007),
76