Kamis, 19 September 2019

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF ETIKA KRISTEN

EUTHANASIA

DALAM PERSPEKTIF ETIKA KRISTEN
(Ditulis sebagai Tugas makalah Etika kristen)
oleh Septian Tri Cahyono



            Dunia tekhnologi semakin canggih dan setiap hal dalam perkembangan zaman semakin menjadi hal yang umum dalam kehidupan manusia. Dalam dunia medis dan kedokteran khususnya, berkembang tekhnologi kedokteran yang semakin canggih yang dapat membantu tim medis / dokter dalam menangani pasien.
            Namun dalam praktik kedokteran, sering kali diperhadapkan dengan situasi-situasi yang sering menuntut pertimbangan-pertimbangan yang tidak mudah dalam menangani pasien. Salah satu contoh adalah mengenai operasi yang dimaksudkan untuk menolong pasien dengan resiko-resiko yang kemungkinan terjadi.
Selain hal itu, dalam dunia medis diperhadapkan dengan satu hal yang menjadi perhatian penting yang menuntut pertimbangan dan pemikiran serta keputusan etis yang tidak mudah. Euthanasia. Dunia kedokteran diperhadapkan dengan suatu realita euthanasia yang dalam praktiknya terdapat pro dan kontra mengenai hal ini.
Dalam makalah ini penulis mencoba untuk membahas hal mengenai euthanasia di tinjau dari perspektif iman kristen yang dalam hal ini mengacu kepada etika kristen.

Dalam panulisan makalah ini, peulis mencoba untuk merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
a.       Definisi Etika baik secara umum maupun dalam iman Kristen
b.      Definisi Euthanasia
c.       Jenis Euthanasia
d.      Pro-Kontra Euthanasia
e.       Euthanasia dalam alkitab
f.       Pandangan Alkitab mengenai Euthanasia
g.      Euthanasia dalam pandangan iman Kristen (etika Kristen)

            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami apa dan bagaimana euthanasia serta untuk memberikan masukan dan pemahaman. Sehingga dapat menentukan dan mengambil sikap dalam menghadapi euthanasia. Selain dari itu, tujuan dari penulisan ini adalah agar setiap pembaca memiliki pengertian dan pemahaman untuk menghargai dan menghormati kehidupan dengan cara tidak menyia-nyiakan kehidupannya. Dengan kata lain, dapat memiliki pemahaman bahwa hidup yang dimiliki yang merupakan pemberian Tuhan dapat dihidupi dengan maksimal.

Euthanasia
            Dalam dunia yang semakin berkembang dengan tingkat kecanggihan ilmu tekhnologi, khususnya dalam bidang kedokteran, timbul suatu pembahasan mengenai apa yang disebut sebagai “Euthanasia”. Bagaimana hal ini dalam pemandangan etika yang didasarkan kepada iman Kristen?
           
Definisi Etika
            Istilah etika memiliki banyak variasi pengertian. Khususnya dalam penggunaan secara umum berdasarkan beberapa tipe pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut persoalan-persoalan etis. Contoh dari pemakaian istilah  dari etika berkenaan dengan pertanyaan etis adalah pertanyaan tentang apa dan bagaimana kita harus berkelakuan yang berkenaan dengan etika normatif dan moral.
            Kata etika sendiri berasal dari beberapa kata dalam bahasa yunani, eqoj (ethos) yang berarti kebiasaan, adat. hqoj (ethos) yang diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan batin. Juga kata hqikos (ethikos) yang berarti kecenderungan hati yang membuat seseorang melakukan perbuatan[1].
            Sedangkan dalam kamus terbaru bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai suatu bidang ilmu yang berkenaan tentang yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral[2]. Hal ini berkenaan dengan suatu penekanan pembelajaran tentang moral dan tata nilai serta pengambilan keputusan tentang yang baik ataupun yang buruk. Selain daripada itu, hal akan etika menuntut adanya kesadaran moral dalam tatanan masyarakat secara luas. Kesadaran tersebut termasuk apa yang dilakukan manusia. Kesadaran inilah yang disebut sebagai kesadaran etis, yakni kesadaran akan norma-norma yang ada dalam diri manusia[3].
            Berkenaan dengan arti definisi etika secara umum, lebih spesifik dalam etika kristen, Douma memberikan definisi etika sebagai pertimbangan kelakuan atau tingkah laku yang bertanggungjawab terhadap Allah dan terhadap sesama[4]. Titik tolak berpikir dalam etika kristen adalah iman kepada Tuhan yang telah menyatakan diriNya melalui Tuhan Yesus Kristus[5]. Dengan kata lain, etika kristen merupakan tanggapan akan kasih Allah yang telah menyelamatkan kehidupan kita.

Definisi Euthanasia
            Euthanasia berasal dari kata yunani eu (baik) dan Thanamos (kematian). Secara etimologi, euthanasia diartikan sebagai mati dengan baik, mati bahagia, mati senang, mati tenang, mati damai, mati tanpa penderitaan[6]. Euthanasia dipahami sebagai suatu tindakan yang dilakukan seseorang untuk membantu orang lain mengakhiri hidupnya dengan sengaja, semata-mata untuk kepentingan dan keuntungan orang tersebut. Entah atas permintaan yang bersangkutan maupun atas permintaan wali / keluarganya.
            Euthanasia diartikan juga sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengakhiri hidup seseorang atas permintaannya sendiri. Atau juga diartikan sebagai bantuan yang diberikan kepada seseorang untuk mati dengan tenang atas permintaannya sendiri[7].

Jenis Euthanasia
Dalam praktiknya, ada dua jenis euthanasia. Yakni euthanasia aktif dan euthanasia pasif.
1)      euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah  mengambil kehidupan seseorang untuk mengurangi penderitaannya. Dalam praktik euthana jenis ini, biasanya dilakukan dengan cara menyuntikkan zat kimia tertentu untuk mempercepat proses kematian seseorang. Dalam hal praktik euthanasia aktif ini terdapat aspek kesengajaan.
2)      euthanasia pasif
Euthanasia pasif, diartikan sebagai tindakan membiarkan si sakit (pasien) mati secara alamiah tanpa alat bantu seperti pemberian obat / suntik. Dengan kata lain, seorang dokter tidak melakukan apa-apa untuk pasiennya dan membiarkan kematian melakukan pekerjaannya dengan jalan tidak mencegahnya[8].


Pro-Kontra Euthanasia
            Dalam praktik euthanasia memang terjadi pro dan kontra dengan alasan-alasan yang diberikan baik dari pihak yang pro akan euthanasia, maupun dari pihak yang menentang euthanasia.  Beberapa alasan yang diberikan oleh orang-orang yang pro ataupun mendukung praktik euthanasia:
a.       Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati secara terhormat. Maka seseorang mempunyai hak untuk memilih cara kematiannya.
b.      Adanya hak “privasi” yang secara legal melekat pada setiap orang. Ini berkaitan dengan hak-hak yang dinikmati dalam hidup seseorang.
c.       Euthanasia adalah dipandang sebagai tindakan belas kasihan / kemurahan bagi si sakit (pasien). Sehingga tidak bertentangan dengan peri kemanusiaan dan justru merupakan tindakan kebajikan.
d.      Euthanasia juga dipandang sebagai tindakan belas kasih kepada keluarga pasien.  Dalam hal ini berkenaan dengan ekonomi dan beban biaya yang harus ditanggung.
Sedangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang menentang praktik euthanasia adalah sebagai berikut:
a.       Tidak ada alasan moral manapun yang mengizinkan seseorang melakukan pembunuhan maupun bunuh diri.
b.      Hak privacy tetap memiliki batas, yakni hak privacy orang lain. Dengan kata lain bahwa seorang pasien yang memiliki hak privacy  untuk meminta euthanasia, dibatasi oleh hak orang lain (dokter/tim medis) yang tidak menginginkan atau tidak menyetujui hal tersebut.
c.       Sekalipun secara teori euthanasia dapat meringankan atau mengakhiri penderitaan, euthanasia tetaplah merupakan suatu pembunuhan. Hal ini sama artinya dengan menghalalkan segala cara untuk tujuan tertentu.

Euthanasia dalam alkitab
            Praktik euthanasia telah terjadi sejak pada zaman dahulu. Sebagai contoh kisah yang termasuk sebagai praktik euthanasia dalam alkitab adalah peristiwa yang terjadi pada raja pertama bangsa Israel. Saul meminta pembantunya untuk melakukan euthanasia terhadap dirinya (mengakhiri hidup Saul) agar dirinya tidak dipermalukan oleh orang filistin yang menjadi musuhnya. Hal ini terjadi ketika Saul terluka parah dalam pertempuran melawan bangsa Filistin ( 1 Samuel 31). Alasan yang digunakan Saul adalah “tidak ingin dipermalukan”, atau juga ada rasa putus asa yang membawanya kepada rasa tidak mau dipermalukan oleh musuhnya.
            Contoh lain dalam alkitab tentang hal praktik euthanasia adalah kasus Abimelekh yang meminta bujangnya yang membawakan senjatanya untuk melakukan euthanasia terhadap dirinya (Hakim-hakim 9 : 53-54). Hal ini pun dengan alasan yang hampir serupa dengan apa yang dilakukan oleh Saul.
            Kedua tokoh dalam Alkitab yang melakukan euthanasia memiliki alasan yang kurang lebih mirip. Yakni alasan karena tidak tahan akan penderitaan lahir batin yang mereka alami. Penderitaan lahir (jasmani) oleh karena terluka parah, dan penderitaan batin oleh karena tidak ingin dipermalukan.

Pandangan Alkitab mengenai Euthanasia
            Alkitab tidak mendukung adanya euthanasia, sekalipun dalam Alkitab ada tokoh yang melakukannya, seperti: Saul, Raja pertama bangsa Israel (1 Samuel 31 :4) dan Abimelekh (Hakim-hakim 9 : 53-54). Namun itu bukan karena Alkitab mendukung adanya tindakan tersebut.
Dalam bagian yang lainnya, ada pula ayat yang seolah mendukung tindakan euthanasia, seperti dalam Matius 18:6, Markus 9:42, Lukas 17:2. Yang ketiga ayat tersebut memiliki isi yang dapat dikatakan sama, yakni untuk mengikatkan batu kilangan dan melemparkan diri ke laut dengan alasan karena menyesatkan. Namun bukan berarti hal ini juga mendukung euthanasia. Melainkan ayat ini memberikan peringatan agar tidak menyesatkan orang lain. Sebab akan ada hukuman bagi yang melakukannya.
Dengan sangat jelas bahwa Alkitab tidak memberikan dukungan atau menyetujui praktik euthanasia. Beberapa hal yang menunjuk kepada penolakan euthanasia adalah:
a.       Ada perintah Allah “Jangan Membunuh” (Keluaran 20 :13)
b.      Kematian adalah hak Tuhan (Ulangan 32:39; Ayub 1:21; Ibrani 9:27)
c.       Jika alasan penderitaan, Alkitab menegaskan bahwa penderitaan adalah berfungsi  untuk konstruktif  dalam hidup manusia (Yakobus 1:2-4, Roma 5 :3-4)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa praktik euthanasia merupakan praktik yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Alkitab.

Euthanasia dalam pandangan iman Kristen (etika Kristen)
            Pandangan iman kristen menempatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak atau pun kebebasan dalam memilih dan memiliki tujuan dalam kehidupannya serta membutuhkan cara-cara untuk mencapainya. Dengan demikian diperlukan keputusan-keputusan yang tepat secara etis untuk mencapai tujuan hidup dalam pilihan kehendak dan kebebasannya.
Pada dasarnya, etika kristen mendasarkan teorinya atas hal-hal berikut:
a.       Allah adalah sumber dan pusat dari semua yang baik. Artinya bahwa semua patokan moral tunduk kepada ketentuanNy (Lukas 18:19)
b.      Tanggapan kepada kasih Allah yag telah menyelamatkan kita. Sederhananya, etika adalah buah iman (Yakobus 2:14-26)
c.       Kebaikan Allah dinyatakan melalui Yesus Kristus, maka hidup seorang kristen harus sesuai dengan teladan Kristus (Matius 11 :25-30)
d.      Kasih merupakan ciri dari etika kristen. Sehingga setiap orang wajib untuk mengasihi oranglain dan khususnya diri sendiri.
e.       Semua keputusan etis didasarkan kepada Alkitab (2 Timotius 3 :16).
f.       Dipraktikkan dalam komunitas kehidupan persekutuan.
Menjadi pertanyaan adalah, bagaimana etika kristen memandang euthanasia? Setujukah kekristenan dengan praktik euthanasia? Bagaimana seharusnya seorang kristen menyikapi euthanasia?
Etika kristen adalah suatu etika yang berdasarkan kepada Yesus Kristus mencakup pribadiNya, ajaranNya, dan juga teladanNya. Hal ini mencakup kepada semua aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya mengenai hal hidup dan mati manusia. Hidup manusia adalah pemberian dan milik kepunyaan Allah, sehingga manusia tidak berhak untuk merenggut nyawa orang lain. Selain dari itu, dalam Kejadian 1:26-27, dikatakan bahwa manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Artinya adalah bahwa manusia diciptakan sebagai citra Allah, maka manusia tidak boleh ataupun tidak memiliki hak untuk mencampuri proses kematian alamiah.
Sudah sangat jelas dalam keimanan kristen bahwa kehidupan dan kematian adalah milik Allah. Secara tegas dikatakan dalam Alkitab bahwa Kematian adalah hak Tuhan (Ulangan 32:39; Ayub 1:21; Ibrani 9:27). Juga dalam kesepuluh hukum, sangat jelas dalam hukumnya mengatakan “jangan membunuh” (Keluaran 20:13). Hal ini menegaskan bahwa kekristenan tidak menyetujui datau pun mendukung praktik euthanasia, apa pun alasannya.

Dalam bagian penutup dari makalah ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari hasil pemaparan dan uraian pembahasan serta memberikan usulan saran menghadapi euthanasia.

Kesimpulan
Praktik euthanasia dalam pandangan etika kristen yang berdasarkan pada Yesus Kristus mencakup pribadiNya, ajaranNya, dan juga teladanNya, yang juga  mencakup kepada semua aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya mengenai hal hidup dan mati manusia, merupakan tindakan yang tidak dibenarkan. Apa pun yang menjadi alasan dalam praktik tersebut. Baik euthanasia secara aktif maupun pasif.
Euthanasia merupakan praktik yang tidak menghargai dan menghormati kehidupan yang adalah milik dan kepunyaan Tuhan yang telah IA berikan kepada manusia. Sebagai manusia yang diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, mari kita memaknai kehidupan dengan terus berusaha dan tidak menyerah terhadap “penderitaan” yang ada dalam dunia.

Saran
Sebagai manusia yang dicipta serupa dan segambar dengan Allah, hendaknya kita menghargai dan memaknai kehidupan dengan baik dan benar. Praktik euthanasia yang jelas bertentangan dengan iman kristen, secara etika bahkan secara dogmatika, sudah selayaknya ditolak. Dan setiap tim medis yang dalam hal ini adalah dokter, hendaknya juga memiliki pemahaman yang benar dalam menghargai kehidupan.
Bagi setiap hamba Tuhan, ketika menghadapi kasus seperti ini, hendaknya memberikan penguatan dan penghiburan kepada pasien dan juga keluarga agar tetap berjuang dalam menghadapi pergumulan yang ada dan membawa mereka kepada pemahaman yang benar akan kehidupan.



DAFTAR PUSTAKA

Verkuyl, J. Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989


Reality, Tim. Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Surabaya: Reality Publisher, 2008


Darmaputera, Eka, Perkenalan Pertama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004


Douma, J. Kelakuan Yang Bertanggungjawab: Pembimbing ke dalam Etika kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002


Brotosudarmo, Drie S.Etika Kristen Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2007


Borrong, Robert. P. Kapita Selekta; Bioetik Perspektif Kristani, Bandung: Jurnal Info Media, 2007


Abineno, Ch. Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010


[1] Dr. J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian umum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 15
[2] Tim Reality, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia,(Surabaya: Reality Publisher, 2008), 232
[3] Eka Darmaputera, Perkenalan Pertama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 4
[4] J. Douma, Kelakuan yang Bertanggung jawab: Pembimbing ke dalam Etika Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002),16
[5] R.M Drie S. Brotosudarmo, Etika Kristen Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2007), 58
[6] Dr. Robert P. Borrong. Kapita Selekta Bioetik Perspektif Kristiani, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 76
[7] J.L Ch. Abineno, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 93
[8] J.L Ch. Abineno, Sekitar Etika, 96

Selasa, 28 Agustus 2018


MAKNA UNGKAPAN DOSA YANG TIDAK MENDATANGKAN MAUT dalam 1 Yohanes 5 : 16 -17”.

BAB I
Pendahuluan

A.      LATAR BELAKANG
Sejak kejatuhan manusia pertama kedalam dosa, maka semua orang menjadi berdosa karenanya. Manusia menjadi hidup dengan sifat keberdosaan. Dan dosa telah merebak kedalam semua aspek kehidupam manusia. Dosa telah menjadi sifat dan natur manusia. Dalam kehidupannya, manusia cenderung melakukan apa yang jahat yang mengakibatkan keberdosaan.
Namun dalam Kristus Yesus, keselamatan disediakan bagi siapa saja yang mau menerima anugerah keselamatan dan pengampunan dosa melalui pengorbanan darah Yesus di kayu salib. Dengan anugerah pengampunan itulah kita (yang menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat pribadi) memperoleh jaminan hidup yang kekal. Bahkan dari kuasa maut/dosa. Sehingga tatkala seorang percaya melakukan dosa, ia tidak akan mendatangkan maut bagi dirinya. Pertanyaannya adalah apa dan bagaimana dosa yang tidak mendatangkan maut itu?

B. RUMUSAN MASALAH
Melalui penulisan makalah ini, penulis akan membahas tentang “makna ungkapan Dosa yang tidak mendatangkan maut dalam 1 Yohanes 5 : 16 -17”. Adapun beberapa masalah/pokok bahasan yang akan penulis angkat adalah:
a.       Pengertian Dosa
b.      Sifat dan natur dosa
c.       Akibat dosa
d.      Dosa yang tidak mendatangkan maut:
                                            i.            Dosa yang dilakukan orang yang telah hidup dalam kristus.
                                          ii.            Bagaimana orang yang hidup dalam kristus bisa diselamatkan dari dosa yang ia lakukan dan tidak mendapatkan maut?
                                        iii.            Bagaimana peran keselamatan yang diberikan oleh Darah Kristus berkenaan dengan dosa manusia?
                                        iv.            Bagaimana peranan ”Anugerah Allah” melalui penebusan Kristus bagi setiap orang yang mau percaya kepadaNya?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar setiap pembaca memahami apa dan bagaimana dosa yang tidak mendatangkan maut itu, dan kemudian dapat memiliki perubahan pemahaman tentang karya keselamatan yang disediakan Allah melalui Kristus yang merupakan “anugerah tanpa batas.”
Selain dari itu, penulis berharap dengan penulisan makalah ini, pembaca dapat memahami bahwa sekalipun kita telah hodup dalam Kristus yang telah menerima anugerah keselamatan dan jaminan hidup yang kekal, kita tetap harus terus berjuang melawan sifat dan natur dosa yang ada dalam diri kita. Sehingga anugerah keselamatan yang kita miliki dapat menghasilkan buah keselamatan di dalam Kristus Tuhan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi pengertian Dosa
Definisi secara umum dari dosa ialah kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak mentaati hukum, kelaliman atau ketidakadilan. Dosa adalah kejahatan dengan segala bentuknya.
Dosa merupakan pelanggaran hukum Allah. Dalam bahasa Yunani dosa,  parabasis berarti “melewati, melanggar.” Kata ini dapat juga berarti pelanggar atau orang yang berdosa; kata ini biasanya dihubungkan dengan pelanggaran khusus terhadap hukum.
Di tinjau dari asal kata bahasa ibrani, kata dosa yang paling umum digunakan adalah, “khattat” yang dapat diartikan sebagai kegagalan manusia dalam mengikuti atau memenuhi tuntutan hukum Allah[1]. Dengan kata lain, dosa adalah merupakan kegagalan dan pelanggaran manusia terhadap hukum-hukum Allah (1 Yohanes 3 : 4).
Pengertian dosa yang esensial adalah pergeseran dari suatu posisi atau kedudukan yang asli atau seharusnya[2]. Pengertian dosa yang diberikan oleh Stephen Tong disini menggambarkan bahwa ketika dosa ada dalam diri manusia, maka secara otomatis posisi atau kedudukan manusia itu telah berpindah dari posisi aslinya. Dari kehidupan kemuliaan Allah kepada kematian secara rohani.
Dosa berarti ketidaksanggupan manusia atau pun tidak tercapainya sasaran dari apa yang Tuhan Allah tetapkan atau berikan kepada manusia oleh karena manusia telah kehilangan kesanggipan itu. Pada waktu manusia melakukan tindakan dosa, maka kehidupan manusia itu sendiri, semua keputusan-keputusan dan tindakkannya, akan jauh menyimpang dari sasaran yang Allah telah tetapkan bagi kita manusia. Dosa bekerja mengasingkan kita (manusia) dari Allah dan menyebabkan kita tidak mampu untuk melaksanakan kehendakNya.

B.     Sifat dan Natur dosa
Dosa yang merupakan pelanggaran yang cenderung dilakukan oileh semua manusia bersifat universal. Artinya setiap manusia, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin, berpendidikan maupun tidak, semua manusia memiliki tendensi kecenderungan untuk melakukan dosa/pelanggaran terhadap hukum Allah. Sifatnya yang universal ini merambah kepada setiap aspek kehidupan manusia, kepada semua kalangan manusia. Tak terkecuali kepada orang-orang yang “mengaku percaya kepada Kristus” sebagai Tuhan dan juru selamatnya secara pribadi. Sebab semua manusia telah berbuat dosa (band. Roma 3:23a).
Selain sifatnya yang universal atau menyeluruh, dosa juga bersifat salah. Suatu kesalahan terjadi oleh karena adanya pelanggaran dari sesuatu yang telah ditetapkan. Artinya ketika kita melakukan suatu hal yang tidak sesuai dengan apa yang telah menjadi ketentuan atau ketetapan, atau ketika kita melakukan apa yang telah kita ketahui itu ”salah” ketika kita lakukan, maka itu berarti kita telah melakukan sebuah pelanggaran. Dan itu merupakan “dosa.” Kesalahan atau pelanggaran adalah dosa yang seringkali tidak disadari manusia.
Sifat lainnya dari dosa adalah bahwa dosa bersifat prinsip dan atau tindakan. Dengan tindakan atau perbuatan manusia melakukan apa yang ada dihati dan pikirannya. Perbuatan atau tindakan manusia adalah luapan atau ungkapan dan perwujudan dari apa yang ia pikirkan dan ia rasakan. Artinya, apa yang ada dalam pikiran dan kehendaknya, itu ditunjukkan atau diwujudnyatakan melalui tindakan. Pertanyaannya adalah mengapa tindakan prinsip dapat menjadi sifat dosa?
Tindakan atau perbuatan yang dilakukan dengan sadar atau sengaja menyebabkan suatu dampak atau akibat dari perbuatan-perbuatan tersebut. Dampak tersebut dapat berupa dampak yang positif maupun yang negatif. Dan hal tersebut dapat menjadi berdosa ketika apa yang manusia lakukan dalam perbuatan dan tindakkannya itu telah menyimpang dan menentang atau memberontak serta melanggar hukum Allah.
Manusia dilahirkan dalam dosa dan memiliki sifat natur dosa dalam dirinya. Setiap manusia melakukan dosa oleh sebab sifat dosa yang ada dalam dirinya. Oleh sebab itu, semua manusia di dunia ini berada di bawah natur dosa. Manusia berada di dalam keadaan berdosa dan sesat jiwanya.[3]



C.    Akibat dosa
Pada dasarnya, upah dari keberdosaan manusia adalah kebinasaan/maut (Band. Roma 6:23a).  Namun oleh karena kemurahan dan anugerah Allah melalui pengorbanan Yesus Kristus, upah dosa yang adalah maut tersebut telah ditangungkan didalam Kristus. Galatia  3:13, Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"
Selain daripada itu, upah dari dosa adalah adanya rasa bersalah dan juga rusaknya hubungan manusia dengan Allah. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara manusia dengan Allah yang “transenden”, atau yang bersifat diluar jangkauan manusia. Hakikat manusia telah rusak oleh karena dosa yang masuk dalam diri manusia tersebut[4]. Roh yang merupakan pelita bagi jiwa manusia telah menjadi gelap dan dibuang serta kehilangan hubngan dengan Allah sebagai sang pencipta.  Jiwa manusia pun menjadi rusak. Kehendak, emosi dan sifat-sifat pikirannya telah terpengaruh oleh dosa. Sehingga pikiran, kehenak dan emosinya terpusat kepada diri sendiri dan seringkali menyimpang dari kehendak Allah.
Bahkan tubuhnya (alat-alat indra dan gerak), tunduk kepada insting untuk melakukan perbuatan yang jahat. Alkitab dalam Kejadian 6:5 dikatakan bahwa:  ”Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata”. Setelah manusia pertama jatuh kedalam dosa, maka semua manusia kecenderungan hatinya adalah ingin berbuat dosa. Dengan akibat dan dampak yang sangat fatal.
Death as the penalty of sin is visited even upon those who have never exercised a personal and conscious choice. This passage implies that sin exist, in the case of infants, prior to moral consciousness. since infants die, and therefore the effect of sin is present in their case, it is but natural to assume that the cause is also present[5].

Kematian adalah dampak yang nyata dari keberdosaan manusia. Pelanggaran terhadap hukum dan ketetapan Allah membawa manusia kepada kematian. Bahkan kepada kematian kekal, atau yang disebut dengan maut / kebinasaan.  Dosa dengan sifat dan naturnya begitu hebat merambah setiap kehidupan manusia. Bahkan seorang anak kecil pun memiliki potensi untuk melakukan perbuatan dosa dalam hidupnya, diluar dari dosa keturunan yang diwariskan kepadanya.
D.    Dosa yang Tidak mendatangkan Maut
Dosa seperti apa yang dikatakan tidak mendatangkan maut? Setiap orang yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat secara pribadi telah mendapatkan pengampunan dan jaminan hidup yang kekal (tidak binasa karena maut/dosa) (band. Yohanes 3 :16; Roma 10:9). Sebagai sifat dan natur manusia yang berdosa, manusia tidak terlepas dari perbuatan yang jahat dan dosa. Sekalipun ia telah hidup dalam Kristus. Namun, sifat dan natur dosa ini harus dilawan untuk tidak dilakukan. Meskipun tak dapat dipungkiri bahwa dalam perjalanan hidup seorang ”kristen”, dosa masih selalu ada dalam kehidupannya.

Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3 :23).
Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Roma 6 : 23)

Semua orang telah berbuat dosa, dan telah kehilangan kemuliaan Allah dalam dirinya. Dengan kata lain, dosa yang dilakukan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama, telah memberikan dampak secara universal. Dan kemuliaan serta hadirat Allah tidak tetap tinggal di dalam diri manusia yang telah berdosa. Pertanyaannya, bagaimana dengan dosa yang tidak mendatangkan maut?
Setiap orang yang telah percaya kepada Kristus mendapatkan jaminan hidup yang kekal dan kemerdekaan dari dosa. Dengan kata lain, setiap manusia yang percaya kepada Kristus telah dibebaskan dari hukuman dan tuntutan hukum dosa. Sebab semua hukum dari dosa dan kutuk maut telah ditanggung oleh Yesus melalui pengorbanan diriNya di Kayu Salib dengan memberikan nyawaNya sebagai ganti tebusan bagi setiap orang yang mau menerima dan percaya kepadaNya.
Jika demikian, bagaimana seharusnya kita hidup sebagai orang yang telah ditebus oleh darah Kristus? Sebagai orang yang telah ditebus dengan darah Kristus, maka hidup kita harus memberikan warna bagi dunia ini. Kristus mengatakan dalam Matius 5:13 -14, bahwa ”kamu adalah garam dan terang dunia”. Setiap orang yang percaya (orang kristen) adalah garam dan terang dunia. Dengan kata lain, kehidupan setiap orang percaya harus dapat memberikan warna dalam kehidupannya di dunia ini.

Berkaitan dengan dosa, setiap orang yang telah ditebus dengan pengorbanan darah Kristus harus hidup berusaha untuk melawan setiap perbuatan dosa. Artinya, sedapat mungkin melakukan apa yang telah difirmankan Tuhan  dalam Alkiab.  Sebagai seorang kristen/orang percaya/ orang yang hidup dalam Kristus, maka orang tersebut adalah orang yang memiliki iman, memiliki pengabdian, bersaksi melalui perbuatannya sehari-hari, dan memberitakan kabar baik Allah[6].
Namun bagaimana apabila seorang yang telah percaya dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya secara pribadi jatuh kedalam dosa? Bagaimana ia dapat diselamatkan? Atau, bagaimana dengan keselamatan jiwanya? Akankah ia mendapatkan maut dari dosanya itu?
Terlebih dahulu kita artikan makna dari kata “maut”. Jika maut yang dimaksudkan disini adalah mengenai kebinasaan atau kematian kekal, maka hal itu tidak akan menimpa seorang yang telah menerima dan percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya. Akan tetapi jika maut yang dimaksudkan adalah tentang dampak-dampak fisik jasmani, ada kemungkinan bahwa resiko atau dampak tersebut dapat dialami oleh seorang yang telah melakukan atau jatuh kedalam dosa.
Yang menjadi titik berat disini adalah, bagaimana seorang tersebut dapat terlepas atau terbebas dari maut sedangkan ia melakukan dosa? Setiap orang yang menerima dan percaya kepada Kristus, hidup dalam ”Anugerah” yang Allah berikan secara cuma-cuma melalui pengorbanan AnakNya yang tunggal dalam menebus setiap manusia yang percaya kepadaNya. Ini merupakan bukti dari cinta kasihNya kepada umat manusia. Allah tidak menghendaki satu pun umatNya yang binasa, melainkan memperoleh jaminan kehidupan yang kekal. Dengan menerima dan percaya, maka seorang tersebut memiliki atau menerima ”pendamaian” Allah. Yang secara figuratif, kata pendamaian dapat diartikan sebagai, memaafkan, atau mengabaikkan. Dan dapat pula diartikan sebagai; menenangkan, membuat suatu pendamaian, menyucikan, membatalkan, memaafkan, berbelaskasihan, membersihkan, mendamaikan[7].
Bagaimana peran keselamatan yang diberikan oleh Darah Kristus berkenaan dengan dosa manusia? Perlu ditegaskan bahwa keselamatan di dalam iman Kristen itu bersifat pasti dan kekal. Sekali Tuhan menyatakan cintaNya kepada umat tebusan, Ia tidak pernah akan mengubahnya. Umat tebusan akan menikmati kehidupan di dalam Dia menuju kepada penggenapan yang sempurna. Namun, bagaimana menjawab problema jika seorang yang percaya jatuh dalam dosa? Mungkinkah orang Kristen tersebut mendapatkan maut/kebinasaan, ataukah tetap diselamatkan oleh Allah?
Di dalam pembahasan diatas disebutkan bahwa orang percaya memiliki keselamatan kekal, ia berada di dalam tangan Allah dan tangan Kristus yang kuat dan tidak seorangpun yang dapat merebut mereka daripadaNya (Bd: Yoh 10). Jika fenomena dosa itu membinasakan, maka pastilah ada suatu kekuatan yang lebih besar dari Allah yang merebut mereka (termasuk: “kebebasan kehendak manusia.”). Hal ini jelas tidak mungkin terjadi. Ketika seorang percaya, mereka masuk ke dalam keselamatan kekal. Allah yang memberikan keselamatan itu akan memelihara, menjaga sehingga tidak pernah akan terhilang. Jika – sepertinya – muncul “fakta” ia seakan binasa karena maut dan dosa yang ia lakukan, maka jika betul-betul ia adalah seorang yang Tuhan pernah selamatkan, maka sebenarnya ia tidak pernah keluar dari perlindungan dan pemeliharaan Allah ini. Ia tetap berada di dalamnya. Allah yang telah menyelamatkan dia akan mengingatkan dalam hatinya melalui Roh Kudus dan membawa kembali ke dalam persekutuan denganNya.
Bagaimana peranan ”Anugerah Allah” melalui penebusan Kristus bagi setiap orang yang mau percaya kepadaNya dan bagaimana sifat anugerah tersebut? Kualitas keselamatan yang dimiliki oleh orang percaya sangat bergantung pada kualitas penebusan yang dikerjakan oleh Kristus di kayu salib baginya. Alkitab mengatakan bahwa kualitas pekerjaan penebusan Kristus itu bersifat satu kali, sempurna dan untuk selamanya (Band: Ibr 10:10 dan 14). Dengan demikian kualitas keselamatan yang dimiliki orang percaya juga satu kali, sempurna dan kekal.
Dalam Yohanes 10:25 dan seterusnya, kita menemukan adanya penekanan-penekanan tertentu yang diberikan oleh Kristus tentang keselamatan umat tebusan. “Hidup kekal”, “pasti tidak binasa sampai selama-lamanya.” “seorangpun tidak akan merebut mereka.” Jika keselamatan dapat terhilang, maka istilah “Hidup kekal” di dalam Alkitab harus diganti dengan “Hidup kekal sementara.” Dan semua ungkapan kemutlakkan keselamatan harus diganti dengan yang bersifat relatif.
Allah serius mengerjakan keselamatan ini atas dasar inisiatif sendiri sehingga keselamatan yang diberikan kepada umat tebusan juga bersifat serius dan tidak bergantung pada akibat dari tindakan atau respon manusia tertentu. Jika keselamatan dapat hilang, maka akan berhadapan dengan berbagai kesulitan teologis yang lain, yaitu :
ü  Ternyata rencana keselamatan dapat berubah – ditentukan kondisi manusia.
ü  Allah kurang memiliki kekuasaan untuk menjaga umat tebusan.
ü  Kematian Kristus mungkin sekali menjadi sia-sia, khusus bagi mereka yang telah mendapatkan penebusan namun kemudian menjadi terhilang.
ü  Roh Kudus kurang mampu memelihara, menjaga umat tebusan.
ü  Alkitab adalah buku yang penuh dengan kebohongan karena berbicara tentang “Hidup Kekal” yang ternyata dapat menjadi “Tidak Kekal”
ü  Orang Kristen adalah para pendusta yang mengatakan pada mulanya bahwa percaya kepada Kristus akan memiliki hidup kekal kepada orang lain, namun pada kenyataannya tidak.
Dengan hidup bersandar kepada anugerah dan karya keselamatan yang Allah sediakan bagi kita dalam Kristus Yesus, maka dosa yang kita lakukan telah disucikan satu kali untuk selamanya. Posisi kita yang ada didalam anugerah Allah tidak akan hilang oleh karena natur dosa dalam diri kita. Namun bukan berarti kita tidak berusaha untuk tidak melakukan dosa.
I Yohanes 5:17 – 18, Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut. Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya. Percaya dan hidup dalam anugerah Allah serta menghidupi anugerah yang telah kita terima dari Allah akan membawa kita kepada kesempurnaan Anugerah Allah yang menyelamatkan. Sehingga dosa tak akan memiliki kuasa membinasakan kita – setiap orang yang telah menerima dan percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya.


BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah penulis uraikan, maka kesimpulan dari ”Makna Ungkapan Dosa Yang Tidak Mendatangkan Maut” berdasarkan I Yohanes 5 : 16 - 17 adalah bahwa dosa yang dilakukan oleh setiap orang yang telah menyerahkan dirinya, hidupnya kepada Kristus. Yang telah menerima Kristus Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamatnya secara pribadi.
Karya keselamatan yang dilakukan Kristus melalui penebusanNya di kayu salib telah menyucikan setiap orang yang mau percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan juru selamatnya. Sekali untuk selamanya. Baik dosa yang dahulu, sekarang maupun dosa-dosa yang dilakukan di masa yang akan datang. Kuasa penebusan anugerah keselamatan yang Yesus berikan telah menyucikan kita dari segala dosa kita. Sehingga kita yang tidak lepas dari sifat keberdosaan manusia, telah disucikan dari setiap dosa kita.

b.      Saran
Sebagai seorang yang telah ditebus dan disucikan dengan pengorbanan darah Kristus, marilah kita hidup sesuai dengan iman kita kepada Allah. Lakukan apa yang menjadi ketetapan dan kehendak Allah dalam hidup kita. Jadilah pelaku-pelaku Firman Tuhan sebagai bukti bahwa kita telah selamat dan hidup dalam Anugerah kasih Allah yang telam memperdamaikan kita dengan Allah Bapa.


[1] D. Guthrie BD. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid I. Jakarta; Yayasan Komunikasi Bina Kasih; 2004.
[2] Stephen Tong, Yesus Kristus Juru Selamat Dunia. Surabaya; Momentum: 2005
[3] Brill. Dasar yang teguh.Bandung, penerbit Kalam Hidup;2003
[4] Kevin. J. Conner, A Practical Guide To Christian Belief. Malang; Gandum Mas; 2004
[5] Louis Berkhof, Manual of Christian Doctrine,USA; WM. B. Eerdmans Publising Company;1933.
[6] _________________. Pedoman Praktis Pola Hidup Kristen, 2002;Gandum Mas; Malang.
[7]Kevin. J. Conner, A Practical Guide To Christian Belief. Malang; Gandum Mas; 2004